Pendudukan Militer Jepang Di
Indonesia
A.
Latar Belakang Jepang Menguasai Indonesia
1.
Modernisasi
Jepang
Awalnya
Jepang menganut sisitem isolasi yang menutup diri dari pengaruh bangsa-bangsa
diluarnya. Namun pada tahun 1854, Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat
berhasil meyakinkan penguasa Jepang ketika itu untuk menyetujui perjanjian
Shimoda, Jepang kemudian menjadi Negara terbuka dan pelabuhan-pelabuhan di Jepang
terbuka bagi perdagangan internasional.
Perkembangan
Jepang semakin terarah setelah diadakannnya restorasi Meiji. Beberapa bidang
yang yang tercakup dalam gerakan pembaharuan antara lain: bidang militer,
pendidkan, perdagangan, dan industry. Di bidang militer Jepang menerapkan wajib
militer bagi semua lapisan masyarakat. Untuk mendukung kebijakan tersebut Jepang
membeli peralatan dan perlengkapan militer dari Negara-negara barat. Di bidang
pendidikan, Jepang menerapkan peraturan wajib belajar bagi anak-anak. Di
sekolah, ditanakan rasa cinta tanah air dan kaisar pada diri anak-anak Jepang.
Di bidang perdangangan, Jepang memodernisasi pelabuhan dan perkapalannya. Di
bidang industry, Jepang mendirikan banyak pabrik yang mendukung
perekonomiannya. Jepang akhirnya bisa menghasilkan mesin-mesin persenjataan
sendiri.
2.
Akibat
Modernisasi Dan Politik Imperialisme Jepang
Seiring
dengan perkembangan modernisasinya, Jepang juga mengalami berbagai dampak yang
kemudian mengubah wajah Jepang menjadi sebuah Negara imperialis sama seperti
Negara-negara barat. Perkembangan industry menyebabkan Jepang membutuhkan
daerah lain sebagai daerah pemasok bahan baku. Selain itu pertumbuhan penduduk Jepang
yang tidak seimbang dengan ketersedian lahan memaksa Jepang untuk menguasai
daerah lain juga. Kenyatan itu diperkuat dengan modernisasi kekuatan militernya
yang dianggap mampu menguasai Asia.
Dengan
kebutuhan dan keyakinan tersebut Jepang kemudian memulai politik
imperialismenya di Asia. Hal ini diawali dengan menginvasi daerah cina, seperti
semenanjung Laou Tsung, pulau Taiwan, dan Korea. Jepang kemudian menginvansi
Mnchuria yang memaksanya berhadapan dengan pasukan rusia. Gerakan invasi Jepang
kemudian diarahkan untuk menguasai daerah-daerah di Asia Tenggara dan Pasifik yang
kaya akan sumber daya alam.
Keberhasilan
Jepang mengalahkan rusia ternyata mampu mengangkat semangat juang bangsa-bangsa
terjajah di Asia untuk mengusir bangsa barat. Hal itu kemudian di gunakan oleh Jepang
untuk memobilisasi kekuatan bangsa Asia dalam perang dunia II yang disebutnya
perang Asia Timur Raya melawan bangsa barat. Perang Asia Timur Raya ini
ditiupkan oleh Jepang sebagai perang bersama bangsa Asia dibawah pimpinan Jepang
melawan bangsa penjajah. Dengan cara demikian gerkan invasi Jepang atas Asia
dapat berjalan mulus dan berlangsung dalam waktu yang singkat.
3.
Pengaruh
Modernisasi Jepang Di Asia Pasifik
Secara
singkat pengaruh modernisasi Jepang di Asia Pasifik antara lain ditunjukkan
oleh bangkitnya rasa nasionalisme bangsa-bangsa terjajah Asia untuk berjuang
memperoleh kemerdekaan. Apalagi setelah Jepang membuktikan dapat mengalahkan
bangsa Eropa, yakni rusia. Kenyataan itu membuka mata bangsa-bangsa Asia untuk
juga dpat mengalahkan bangsa Eropa yang menjajahnya. Muncullah berbagai gerakan
nasional di Asia seperi Budi Utomo di Indonesia.
Selain
itu dengan semakin gencarnya gerakan invasi Jepang di Asia menyebabkan
bangsa-bangsa Eropa yang memiliki daerah jajahan di Asia seperti inggris dan
belanda, merasa kuatir. Mereka melihat bagaimana pasukan Jepang yang disebut
“pasukan kate” memiliki
semangat juang yang tinggi untuk menguasai daerah. Bangsa-bangsa Eropa ini
kemudian membentuk komando bersama yang disebut ABDACOM (American, British,
Dutch, Australian Command) untuk menghadapi Jepang. Namun komando ini
nyatanya tidak mampu membendung gerak invansi Jepang di Asia. Dimulailah
imperialism Jepang.
Jepang
menjadikan bangsa-bangsa di Asia sebagai tempat pemasaran sekaligus pemasok
bahan mentah bagi industrinya. Produk-produk Jepang pun membanjiri Asia.
B. Zaman Pendudukan Jepang Di Indonesia
1.
Masuknya
Jepang Ke Wilayah Indonesia
Gerakan
invansi Jepang di Indonesia dimulai dengan menguasai daerah-daerah strategis.
Pada 11 Januari 1942, Jepang mendarat untuk pertama kali di Tarakan, Kalimantan
Timur. Pendaratan selanjutnya di Balikpapan, Samarinda, Palembang, Pontianak,
Banjarmasin, Makasar, Minahasa, Bali, dan Ambon. Dari daerah-daerah ini Jepang
mengepung pusat kekuatan Belanda di Jawa.
Gerakan
pasukan Jepang ini diikuti dengan upaya propaganda yang kemudian dikenal dengan
sebutan 3A (Nipon Cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, pemimpin Asia). Dengan
propaganda seperti ini, Jepang berhasil menarik simpati masyarakat Indonesia
untuk membantu Jepang mengusir belanda yang telah berkuasa tiga abad lamanya.
Dalam
waktu yang singkat, Jepang berhasil menguasai daerah-daerah strategis diluar Jawa
dan kemudian mendarat di Teluk Banten, Eretan Wetan, dan Kragan untuk merebut
Batavia (Jakarta) dan Bandung.
Belanda
akhirnya tidak kuasa untuk mempertahnkan Indonesia dan menyerah pada tanggal 7 Maret
1942. Penyerahan kekuasaan dilakukan oleh Gubernur Jendral Ter Poorten kepada Letnan
Jendral Hitoshi Imamura di Kalijati. Penyerahan tanpa syarat ini mulai berlaku
secara efektif pada tanggal 9 Maret 1942. Sejak saat itu, Indonesia secara
resmi dijajah oleh Jepang.
2.
Masa
Penjajahan Jepang Di Indonesia
a.
Pembagian Wilayah Militer
Pemerintahan
militer Jepang di Indonesia membagi wilayah administrative Indonesia atas tiga
daerah militer yang masing-masing dipegang oleh Angkatan Darat (Rikugun) Dan
Angkatan Laut (Kaigun). Ketiga daerah tersebut adalah:
·
Daerah Jawa Dan Madura dengan pusatnya
di Batavia berada dibawah kendali Angkatan Darat Jepang (Tentara Keenambelas)
·
Daerah Sumatra Dan Semenanjung Tanah
Melayu dengan pusatnya Di Singapura yang berada dibawah kendali Angkatan Darat
Jepang (Tentara Keduapuluh Lima).
·
Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, Papua yang berada dibawah kendali Angkatan Laut Jepang
(Armada Selatan Kedua)
Ketiga wilayah militer Jepang di Indonesia ini
berada di bawah komando panglima besar tentara Jepang untuk wilayah Asia
Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.
Selain membagi Indonesia atas tiga wilayah militer, Jepang
juga melakukan beberapa langkah untuk memperkuat posisinya di Indonesia. Di
antaranya, menyangkut beberapa tokoh politik Indonesia. Dalam struktur
pemerinthan Jepang di Indonesia seperti Husein Djajadiningrat, Sutardjo
Kartohadikoesoemo, R.M Soerjo, Dan Prof. Soepomo. Pengngkatan ini dimaksudkan
untuk menarik simpati masyarakat Indonesia bagi kepentingan perang Jepang serta
untuk membantu kebutuhannya akan pegawai.
b.
Susunan
Pemerintahan Jepang
Susunan pemerintahan Jepang adala:
§ Gunshiereikan
(panglima tentara Jepang) dijabat oleh hitoshi imamura
§ Gunseikan
(kepala pemerintahan militer) dijabat oleh seizaburo okasaki
§ Gunseinbu
(koordinator pemerintahan militer setempat) dijabat oleh semacam gubernur.
Pada setiap gunseibu ditempatkan beberapa komandan
militer. Mereka mendapat tugas untuk memulihkan ketertiban dan keamanan,
menanam kekuasaan, dan membentuk pemerintahan setempat.Jepang kekurangan tenaga
pemerintahan yang sebenarnya telah dikirimkan, tetapi kapalnya tenggelam karena
diserang oleh Sekutu dengan menggunakan terpedo. Oleh karena itu, dengan
terpaksa diangkat pegawai-pegawai bangsa Indonesia. Hal itu tentunya menguntungkan pihak
Indonesia karena memperoleh pengalaman dalam bidang pemerintahan.Di Jawa Barat,
pembesar militer Jepang menyelenggarakan pertemuan dengan para anggota Dewan
Pemerintahan Daerah dengan tujuan untuk menciptakan suasana kerjasama yang
baik. Gubernur Jawa Barat, Kolonel Matsui, didampingi oleh R. Pandu
Suradiningrat sebagai wakil gubernur, sedangkan Atik Suardi diangkat sebagai
pembantu wakil gubernur.Pada tanggal 19 April 1942, diangkat residen-residen
berikut ini :
Ø R.
Adipati Aria Hilman Djajadiningrat di Banten (Serang)
Ø R.A.A
Surjadjajanegara di Bogor
Ø R.A.A
Wiranatakusuma di Priangan (Bandung)
Ø Pangeran
Ario Suriadi di Cirebon
Ø R.A.A
Surjo di Pekalongan
Ø R.A.A
Sudjiman Martadiredja Gandasubrata di Banyumas.
Di kota Batavia, sebelum namanya diubah menjadi
Jakarta, H. Dahlan Abdullah diangkat sebagai kepala pemerintahan daerah
kotapraja, sedangkan jabatan kepala polisi diserahkan kepada Mas Sutandoko.Jepang
juga mengeluarkan berbagai aturan. Dalam undang-undang No. 4 ditetapkan hanya
bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang pada hari-hari besardan hanya
lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, yang boleh diperdengarkan. Selanjutnya mulai
tanggal 1 April 1942 ditetapkan harus menggunakan waktu (jam) Jepang. Mulai
tanggal 29 April 1942 ditetapkan bahwa kalender yang dipakai adalah kalender
Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942, kalender Masehi sama dengan tahun 2602
Sumera. Demikian juga setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan untuk merayakan
hariraya Tencosetsu¸ yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito. Pada bulan Agustus
1942 pemerintahan militer Jepang meningkatkan penataan pemerintahan. Hal itu
tampak dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 27 tentang aturan pemerintahan
daerah dan Undang-Undang No. 28 tentang aturan pemerintahan syu dan tokubutsu
syi. Didepan Sidang Istimewa ke-82 Parlemen di Tokyo, Perdana Menteri Tojo pada
tanggal 16 Juni 1943 memutuskan bahwa pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan
kepada bangsa Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam pemerintahan.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Agustus 1943 keluar
pengumuman Saiko Syikikan tentang garis-garis besar rencana mengikut sertakan
orang-orang Indonesia dalam pemerintahan negara. Pengikut sertaan bangsa
Indonesia tersebut dimulai dengan pengangkatan Prof.Dr. Hoesein Djajadiningrat
sebagai Kepala Departemen Urusan Agama pada tanggal 1 Oktober 1943. Pada
tanggal 10 November 1943, Mas Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A Surio masing-masing
diangkat sebagai residen (syucokan) di Jakarta dan Bojonegoro. Selanjutnya,
pengangkatan 7 penasehat bangsa Indonesia dilakukan pada pertengahan bulan
September 1943. Mereka disebut sanyo dan dipilih untuk enam macam departemen
(bu), yaitu berikut ini:
·
Ir. Soekarno untuk Somubu (Departemen
Urusan Umum)
·
Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid untuk
Naimubu-bunkyoku (Biro Pendidikan danKebudayaan Departemen Dalam Negeri)
·
Prof. Dr. Mr. Supomo untuk shihobu
(Departemen Kehakiman)
·
Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk
Kotsubu (Departemen Lalu Lintas)
·
Mr. Muh. Yamin untuk Sendenbu
(Departemen Propaganda)
Badan Pertimbangan Pusat atau Cuo Sangi In adalah
suatu badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab
pertanyaan pemerintah tentang politik
dan menyarankan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintahan
militer.
3.
Organisasi - organisasi Politik (Sipil)
Bentukan Jepang
a.
Gerakan
Tiga A
Dengan nama Gerakan Tiga A tersebut merupakan
singkatan dari semboyan propaganda Jepang, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon
Pelindung Asia, Nippon PemimpinAsia. Mr. Samsuddin sebagai ketuanya. Gerakan
Tiga A hanya berumur beberapa bulan saja. Pemerintaha pendudukan Jepang
menganggap bahwa Gerakan Tiga A tidak cukup efektif dalam usahanya mengerahkan
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada bulan Desember 1942, telah direncanakan
untuk membentuk organisasi baru. Organisasi baru itu dipimpin oleh tokoh-tokoh
pergerakan nasional yang lebih dikenal luas di kalangan rakyat Indonesia.
Tokoh-tokoh tersebut dikenal sebagai tokoh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno,
Drs.Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.
Gambar. Lambang 3A
b. Poetera
Pada tanggal 1 Maret 1942, ia mengumumkan lahirnya
gerakan baru yang bernama Poesat Tenaga Rakyat yang disingkat Poetera.
Tujuannya untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan
oleh imprelialisme Belanda. Bagi Jepang, tujuan pembentukan Poetera adalah
untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu
usaha perangnya. Sebelas macam yang ahrus dilakukan, sebagaimana yang tercantum
dalam peraturan dasarnya. Diantaranya yang terpenting adalah :
Tugas
untuk memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan
pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda
1. Mengambil
bagian dalam mempertahankan Asia Raya
2. Memperkuat
rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang
3. Mengintensifkan
pelajaran-pelajaran bahasa Jepang serta
4. Tugas
dalam bidang sosial-ekonomi
Pemimpin tertinggi Poetera adalah
Ir. Soekarno, dibantu oleh Drs. Moh.Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas
Mansur.
c.
Jawa
Hokokai
Tahun 1944,
Panglima Tentara Keenam belas, Jenderal Kumakici Harada, menyatakan berdirinya
organisasi Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Pimpinan Jawa Hokokai pada
tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai
sebagaimana digariskan dalam peraturan dasarnya adalah sebagai berikut:
1.
Melaksanakan segala sesuatu dengan
nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang
2.
Memimpin rakyat untuk menyumbangkan
segenap tenaga berdasarkan semanga tpersaudaraan antar segala bangsa
3.
Memperkokoh pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai minimal berusia 14 tahun,
bangsa Jepang atau bangsa Indonesia, dan pegawai negeri atau kelompok profesi.
Jawa Hokokai merupakan organisasi sentral yang anggota-anggotanya terdiri dari
bermacam-macam Hokokai sesuai dengan
bidang profesinya. Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai (Kebaktian
Para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah Izi Hokokai (Kebaktian
Para Dokter). Selain itu, Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa
yang terdiri atas Eujinkai
(Organisasi Wanita), Keimin Bunka
Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei
Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiho) serta hokokai
perusahaan.
Jepang juga membentuk beberapa organisasi
militer, seperti Keibodan ( barisan
pebantu polisi), Seinendan (barisan
pemuda), Dab Bui Giyugun (organisasi
militer yang disebut tentar sukarela pembela tanah air atau PETA). Pembentukan
organisasi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga perang guna
mempertahankan wilayah yang telah dikuasainya. Jepang juga memperkenalkan
system baru yang disebut tonarigumi (rukun tetangga). Beberapa tonariguni ini
digabungkan dalam ku (desa atau bagian kota). Pembentukan system seperti ini
dimaksudkan untuk membangun pertahanan masyarakat secara gotong royong.
Selain
memperkuat posisinya di Indonesia Jepang juga menguras kekayaan Indonesia.
Jepang membentuk badan tertentu yang berfungsi sebagai penyalur atau pengumpul
kekayaan Indonesia.badan-badan itu antara lain Jawa Hokokai dan romukyoku.jawa
hokokai bertugas untuk mengumpulkan dana
bagi keperluan perang melawan sekutu. Dana itu dapat berupa beras, ternak, logam, kayu jati dan
segala perhiasan rakyat lainya melalui Romukyoku,. Jepang memeras tenag bangsa
Indonesia untuk dipekkerjakan pada proyek-poyek seperti jalan raya, pelabuhan, dan
lapangan udara.tenaga-tenaga kerja tersebut pada mulanya disebut pegawai
negeri, tetapi pada perkebangannya dikenal dengan nama romusha yang artinya
sedadu kerja. Jepang juga mengambil tenaga rakyat Indonesia untuk dijadikan
wanita penghibur (Jugun Lanfu) walaupun
tidak secara formal dibentuk sebagai sebuah organisasi.
4.
Organisasi
- organisasi Militer Bentukan Jepang
a) Pada
tanggal 9 Maret 1943 didirikan gerakan Seinendan
(Barisan Pemuda). Pelantikannya dilakukan 29 April 1943, dengan anggota ±
3500 pemuda. Tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda, agar mampu
menjaga dan mempertahankan tanah air dengan kekuatan sendiri. Persyaratan untuk
menjadi Seinendan adalah: pemuda berusia 14 - 23 tahun.
b) Pembentukan
Barisan Pelajar (Gokutai) untuk
pelajar SD - SLTA
c) Fujinkai (Barisan Wanita).
Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para wanita
berusia 15 tahun ke atas
d) Pembentukan
Barisan Pembantu Polisi (Keibodan),
dengan syarat yang lebih ringan dari Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 -
25 tahun. Untuk Keibodan ini ada keharusan untuk setiap desa (Ku) yang memiliki
pemuda dengan usia tersebut dan berbadan sehat wajib menjadi Keibodan. Sistem
pengawasan Keibodan ini diserahkan pada Polisi Jepang. Ada beberapa istilah
Keibodan sesuai dengan wilayah atau daerahnya seperti di Sumatera disebut
dengan Bogodan sedangkan di daerah Angkatan Laut, khususnya di
Kalimantan disebut dengan Borneo Konon Hokokudan dengan jumlah pasukan ±
28.000 orang.
e) Pembentukan
Barisan Pembantu Prajurit Jepang
(Heiho) April 1943. Anggota Heiho adalah pemuda berusia ± 18
- 25 tahun, dengan pendidikan terendah SD. Mereka akan ditempatkan langsung
pada angkatan perang Jepang (AL - AD). Walaupun berstatus pembantu prajurit
tetapi mereka dilatih untuk mampu menggunakan senjata dan mengoperasikan
meriam-meriam pertahanan udara. Bahkan saat perang semakin hebat mereka
diikutsertakan bertempur ke front di Solomon dan tempat lain. Disinilah para pemuda
kita mendapat tempat latihan militer yang sesungguhnya dengan kemampuan yang
tinggi.
f) Jibakutai (Barisan Berani Mati)
Jibakutai dibentuk pada tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini rupanya
mendapatkan inspirasi dari pilot Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya
dengan jalan menabrakkan pesawatnya kepada kapal perang musuh.
g) Pembentukan
Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan Islam dengan nama : Hizbullah (Tentara Allah)
diantaranya tokoh Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo
h) Pembentukan
Pasukan Pembela Tanah Air (PETA)
tanggal 3 Oktober 1943 dilakukan atas permohonan Gatot Mangkuprojo kepada
Panglima Tertinggi Jepang Letjen Kumakichi Harada tanggal 7 September 1943.
Melalui Osamu Seiri no. 44, Letjen Kumakici Harada kemudian mengatur
pembentukan PETA, dengan Tangerang sebagai pusat pelatihannya dan dipimpin oleh
Jenderal Yamagawa. Pembentukan PETA ini, Jepang bercermin dari Perancis saat
menguasai Maroko dengan memanfaatkan pemuda Maroko sebagai tentara Perancis.
i)
Beberapa hari sesudah janji kemerdekaan
(9 September 1944) dibentuk Benteng Perjuangan Jawa (Jawa Sentotai) ini merupakan badan
perjuangan dalam Jawa Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti Barisan
Pelopor ( Suisyintai) dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro, RP.
Suroso, Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
5.
Kebijakan Ekonomi
Kebijakan Ekonomi
Pendudukan Militer Jepang di Indonesia menerapkan sistem ekonomi perang dan
sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan
perang). Karena itu kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang
sehingga seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah, serta manusia
digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang.
Ketika kondisi
politis dan militer Jepang semakin terdesak, pada tahun 1944 tuntutan kebutuhan
pangan dan perang makin meningkat. Pemerintah Jepang mulai melancarkan kampanye
pengerahan barang dan menambah bahan pangan secara besar-besaran yang dilakukan
oleh Jawa Hokokai melalui Nagyo Kumiai
(koperasi pertanian), dan instansi pemerintah lainnya. Pengerahan bahan makanan
ini dilakukan dengan cara penyerahan padi atau hasil panen lainnya kepada
pemerintah. Dari jumlah hasil panen, rakyat hanya boleh memiliki 40 %, 30 %
diserahkan kepada pemerintah, dan 30 % lagi diserahkan lumbung untuk persediaan
bibit.
6. Dalam
Bidang Sosial
Dalam bidang sosial, Kebijakan Militer Jepang di
Indonesia melakukan eksploitasi tenaga manusia dengan program Kinrohosi (kerja bakti). Melalui
panitia pengarah tenaga kerja (Romokyokai) yang ada dalam
Kinrohosi, penduduk desa (laki-laki) dikerahkan untuk membangun
instalasi-intalasi militer dan pertahanan Jepang. Tenaga-tenaga yang dikerahkan
inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Romusha (Kerja
Paksa). Mereka
tidak saja dipekerjakan di dalam negeri, tetapi juga ada yang dikirim ke luar
negeri, seperti, Thailand, Myanmar, Malaya, dan Vietnam. Dari dari totalnya
yang mencapai 300.000 orang, yang kembali hanya 70.000 dalam kondisi yang
mengenaskan,
Praktek
eksploitasi/pengerahan sosial lainnya adalah dalam bentuk penipuan terhadap
para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur (Junghun Ianfu). Mereka
banyak ditempatkan dalam kamp-kamp militer di Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera
Barat, dan Kalimantan.
Kebijakan
pemerintah Jepang di bidang sosial yang dapat dirasakan manfaatnya adalah
pembentukan Tonarigami (RT), di mana satu RT terdiri dari ± 10 - 12 kepala
keluarga. Pembentukan RT ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan
memudahkan dalam mengorganisir kewajiban rakyat serta memudahkan pengawasan
dari pemerintah desa.
Gambar. Tenaga Romusha
C. Reaksi Bangsa Indonesia Terhadap
Pendudukan Jepang
Masuknya
tentara Jepang di Indonesia pada tahun 1942 mendapat sambutan yang baik dari
masyarakat Indonesia. Tokoh-tokoh nasionalis, seperti Ir.Soekarno dan Drs.Moh
Hatta, bersedia bekerjasama dengan pemerintah Jepang meskipun pada pemerintahan
belanda, mereka bersikap nonkooperatif. Faktor penyebab kerjasama itu adalah
karena Jepang dianggap sebagai bangsa timur yang bangkit untuk pertama kali.
Faktor lainnya adalah kemenangan kemenangan Jepang atas rusia tahun 1905, yang
dipandang sebagai kemenangan Asia atas Eropa. Faktor lain yang mnyebabkan
simpati rakyat Indonesia terhadap Jepang adalah sikap Jepang yang sejak semula
sudah membicarakan kemerdekaan bangsa Asia. Hal ini berbeda dengan sikap keras
pemerintah belanda yang menolak kaum nasionalis agar Indonesia berparlemen.
Jadi, kaum nasionalis yakin bahwa dari pihak belanda tidak dapat diharapakan
apa-apa yang menyangkut kemerdekaan. Sebaliknya, dari Jepang harapan itu ada.
Pada
zaman Hindia-Belanda, kaum nasionalis mendapat tekanan dari penguasa.
Sebaliknya, pada masa pendudukan Jepang kaum nasionalis diajak bekerjasama
dengan penguasa. Apalagi, secara berangsu-angsur pemerintahan militer Jepang
membebaskan pemimpin-pemimpin nasionalis Indonesia yang sebelunya ditawan dan
dibuang oleh pemerintah belanda. Mereka yang memperoleh kebebasan itu, antara
lain Ir.Soekarno, Drs. Moh Hatta, dan Sultan Sjahrir. Untuk lebih menarik
simpati rakyat Indonesia, pemerintah Jepang juga mendorong penggunaan bahasa
Indonesia dan bekerjasama dengan kaum nasionalis dan golongan agama. Hubungan
kerjasama antar kaum nasionalis Indonesia dengan pihak Jepang dituankan dalam
bentuk institusi. Untuk itu, dibentuklah suatu perhimpuanan pada bulan maret
1942 dengan nama gerakan 3A. sebagai ketuanya diangkat seorang Indonesia, yaitu
mr.sjamsuddin yang dibantu oleh Sultan Pamuntjak dan Mohammad Shaleh.
Organisasi itu dibentuk sebagai sarana untuk menarik simpati rakyat Indonesia
untuk membantu perjuangan Jepang dalam memenangi perang melawan sekutu.
Kenyataannya,
gerakan 3A ini hanya berumur beberapa bulan. Hal itu disebabkan pemerintah
pendudukan Jepang menganggap gerakan ini kurang efektif dalam usahanya
enggerakkakn bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada desember 1942 direncanakan
untuk membentuk sebuah organisasi baru.
Sehubungan
dengan hal itu, segera dibentuk panitia pembentukan suatu organisasi rakyat
yang dipimpin oleh Ir.Soekarno. pada tanggal 1 Maret 1942, diumumkan lahirnya
suatu organisasi yang bernama Poesat Tenaga Ra’jat yang disingkat dengan nama POETERA. Organisasi ini dipimpin oleh Ir.Soekarno,
Drs.Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kh Mas Mansyur. Keempat orang itu
kemudian dikenal dengan sebutan empat serangkai. Disamping pemimpin bangsa
Indonesia, poetera juga mempunyai penasehat orang Jepang. Penasehat tersebut
adalah S. Mioshi, seorang mantan konsul Jepang di Jakarta; G. Taniguci,
pemimpin surat kabar Toindo Nippon; Iciro Yamasaki, seorang pemimpin badan
perdagangan; dan akiyama dari bank Yokohama.mereka semua pernah tinggal di
Jakarta sebelum perang.
Tujuan
poetera ini adalah memusatkan segara potensi rakyat Indonesia dalam rangka
membantu perang (Jepang vs sekutu). Namun, oleh tokoh nasionalis organisasi ini
digunakan unutk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang dirobohkan oleh
imperialism belanda.
Selain
dibidang propaganda, poetera juga mempunyai tugas di bidang social dan ekonomi.
Poetera mempunyai tugas membina masyrakat dan memusatkan segara potensi rakyat
Indonesia dalam rangka membantu perang Jepang.
Pada
awal berdirinya, poetera mendapat sambutan yang luar biasa dari
organisasi-organisasi massa yang ada, seperti dari persatuan guru Indonesia,
perkumpulan pegawai pos, pengurus besar istri Indonesia, barisan beneng dan
badan perantara pelajar-pelajar Indonesia (baperpi). Akan tetapi , dalam
kegiatannya Jepang menganggap bahwa poetera lebih bermanfaat bagi pihak
Indonesia daripada Jepang. Oleh karena itu, pmerintah pendudukan Jepang
membubarkan poetera dan membentuk organisasi baru yang mencakup semua golongan
masyarakat.
Pada
tahun 1944 panglima tetara keenambelas, jendral kumakici harada menyatakan
berdirinya organisasi Jawa Hokokai atau Himpunan Kebaktian Jawa. Kenaktian yang
dimaksud disini memiliki tiga dasar, yaitu:
1. Mengorbankan
diri
2. Mempertebal
persaudaraan
3. Melaksanakan
sesuatu dengan bukti
Ketiga hal itu dari seluruh lapisan masyarakat
Indonesia, sehubungan dengan semakin gawatnya perang.
Berbeda dengan poetera, Jawa Hokokai secara tegas
dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Dalam poetera pucuk pimpinan
diserahkan kepada tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Sementara itu, dalam Jawa
Hokokai pucuk pimpinan dipegang lansung oleh gunseikan, kepala pemerintahan
pendudukan Jepang. Persyaratan untuk menjadi anggota minimal 14 tahun yang
berasal dari manapun.
Perkembangan organisasi Jawa Hokokai tidak jauh beda
dengan POETERA. Namun, dalam usaha pengerahan barang-barang atau hasil tanaman,
jawa hokokai memang berhasil. Bahkan pada pertengahan tahun 1945 semua kegiatan
pemerintah dalam usaha pengerahan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai. Potensi
sosia-ekonomi masyarakat dimobilisasi melalui Jawa Hokokai untuk mencapai
target yang ditentukan.
Di luar jawa, golongan nasionalis kurang mendapat
tempat dalam system pemerintahan local. Di Sumatra misalnya,tidak terdapat
sebuah organisasi yang merupakan wadah bagi golongan nasionalis. Baru pada
maret 1945 konsesi politik diberikan kepada Sumatra dengan diizinkannya
pembentukan Cuo Sangi In.
Pemerintah Jepang mengizinkan satu organisasi islam
darizaman hindia-belanda yaitu Majelis Islam A’la Indonesia tetap berdiri.
Sebagai organisasi islam tunggal, maka mendapat simpati yang besar dari kalangan
umat islam waktu itu. Namun pada oktober 1943 akirnya orgnisasi ini dibubarkan
karena dirasa tidak efektif untuk menggalang dukungan dari umat islam. Sebagai
gantinya pemerintah Jepang membentuk Majelis Syuro Moeslimin Indonesia
(masyumi) yang disahkan oleh gunseikan pada 23 November 1943. Masyumi dipimpin
oleh K.H Hasjim Asj’ari juga dibantu oleh beberapa pengurus lainnya. K.H Hasjim
Asj’ari diangkat menjadi penasehat gunseikan. Didalm badan-badan seperti Cuo
Sangi In, tokoh-tokoh islam juga duduk sebagai anggota. Padahal dalam
pemerintahan belanda, dibadan legislative yang terdiri dari 60 anggota hanya
ada satu orang yag mewakili golongan islam.
Walaupun diberi keleluasaan bergerak, tidak berarti
bahwa golongan islam selalu menurut pada kepentingan pemerintah Jepang. Hal-hal
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama islam, ditentang dan dilawan.
Tercatat pemberontakan yang dilakukan golongan islam pernah terjadi di Singaparna,
Indramayu, Tasikmalaya Dan Aceh.
Beberapa tokoh nasional seperti Amir Syarifudin,
Sultan Syahrir, Sukarni, Adam Malik, dan Ahmad Subardjo secara intensif
melakukan gerakan bawah tanah untuk mempersiapkan bebagai kemungkinan merebut
kemerdekaan. Mereka menjalin hubungan secara rahasia dengan berbagai tokoh
pergerakan seperti Soekarno dan Moh.Hatta.
D.
Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong
timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat seperti:
1.
Aceh, pada tahun
1942 terjadi pemberontakan di Cot Plieng, Lhok Sumawe dibawah pimpinan Tengku
Abdul Jalil. Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Namun dua tahun kemudian
muncul lagi pemberontakan di meureu dibawah pimpinan Teuku Hamid dan juga dapat
dipadamkan.
2.
Karang Ampel,
Sindang (Kabupaten Indramayu) pada tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat terhadap
Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan, namun
perlawanan ini dapat ditindas oleh Jepang dengan sangat kejam.
3.
Sukamah ( Kabupaten
Tasikmalaya) pada tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang.
Perlawanan ini dipimpin oleh Zaenal Mustafa. Dalam perlawanan ini Zaenal Mustafa
membunuh kaki tangan Jepang. Dengan kenyataan ini Jepang kemudian melakukan
pembalasan yang luar biasa dan melakukan pembunuhan masal terhadap rakyat.
4.
Blitar, pada
tanggal 14 februari1945 terjadi pemberontakan PETA di bawah pimpinan Supriyadi.
Dalam memimpin pemberontakan ini Supriyadi tidak sendirian tetapi dibantu oleh
teman-temannya seperti Dr.Ismail,Mudari, Suwondo. Pada pemberontakan itu,
orang-orang Jepang yang ada di blitar dibinasakan. Pemberontakan heroic itu
benar-benar mengejutkan Jepang, terlebih lagi pada saat itu Jepang terus
menerus mengalami kekalahan dadalam perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik.
Kemudian Jepang mengepung kedudukan supriyadi, namun pasukan supriyadi tetap
melakukan aksinya. Jepang tidak kehabisan akal, ia melakukan suatu tipu
muslihat dengan menyerukan agar pemberontak menyerah saja dan akan dijamin
keselamatannya serta akan dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut ternyata
berhasil dan berakibat banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan berhasil dan
akibanya banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak
luput dari hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail
dan kawan-kawannya. Di samping itu, ada pula yang meninggal karena siksaan Jepang.
Secara umum dapat dikataan bahwa
pendudukan Jepang di Indonesia tidak dapat diterima. Jepsng juga sempat
mengadakan pembunuhan secara besar-besaran terhadap rakyat dari lapisan terpelajar
di daerah Kalimantan Barat. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menyelamatkan
diri dan lari ke pulau jawa.
Setelah kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Jepang
pada setiap peperangannya dalam perang pasifik, akhirnya pada tanggal 14
agustus 1945 Jepang menyerah kepada pasukan sekutu.
E.
Akhir Kekuasaan Jepang Di Indonesia
Menjelang berakhirnya tahun 1944, posisi
Jepang semakin terjepit akibat kekalahan-kekalahan yang dialami dalam setiap
medan pertempuran melawan Sekutu. Oleh karena itu, untuk mempertahankan
pengaruh Jepang di negara-negara yang didudukinya, Perdana Menteri Koiso
mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang
Parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai bukti dan tindak lanjut janji tersebut, pada
tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada (pemimpin militer di
Jawa) mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan ketuanya Dr. K.R.T.
Rajiman Wedyodiningrat. BPUPKI bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki
hal-hal yang penting dan perlu bagi pembentukan negara Indonesia, misalnya saja
hal-hal yang menyangkut segi ekonomi dan politik.
BPUPKI
ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangan berikutnya, BPUPKI dibubarkan,
lalu diganti dengan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Badan ini diresmikan sesuai dengan keputusan Jenderal
Terauchi, yaitu seorang panglima tentara umum selatan, yang membawahi semua
tentara Jepang di Asia Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1945. Setelah itu,
diadakanlah pertemuan antara Soekarno, M. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat
dengan Jenderal Terauchi di Dalat. Di dalam pertemuan itu, Jenderal Terauchi
menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang telah memutuskan akan memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia yang wilayahnya meliputi seluruh bekas wilayah
Hindia-Belanda. Akan tetapi, setelah mendengar berita penyerahan tanpa syarat
Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945, kemerdekaan yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia terwujud bukan atas nama PPKI, melainkan
atas nama Bangsa Indonesia itu sendiri.
F.
Dampak Penduukan Jepang Bagi Bangsa Indonesia
Ø Bidang Politik
Sejak masuknya Jepang di Indonesia,
organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan pemerintah Jepang
menghapuskan segala bentuk kegiatan organisasi-organisasi, baik yang bersifat
politik maupun yang bersifat social, ekonomi, dan agama. Organisasi itu
dihapuskan dan diganti dengan organisasi buatan Jepang, sehingga kehidupan
politik pada masa itu diatur oleh pemerintah Jepang. Walaupun masih terdapat
beberapa organisasi politik yang terus berjuang menentang pendudukan Jepang di
Indonesia.
Ø Bidang Ekonomi
Pendudukan Jepang atas wilayah Indonesia
sebagai Negara imperialis, tidak jauh beda dengan Negara-negara imperialis
lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah
ekonomi yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan-bahan mentah dan
bahan baku industry serta mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil
industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang
sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
Ø Bidang Pendidikan
Pada masa pendudukan Jepang di
Indonesia kehidupan pendidikan berkembang pesat dibandingkan pada masa hindia
belanda. Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa
Indonesia untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibangun oleh
pemerintah. Disamping itu, bahasa Indonesia digunakan Sebagai bahasa perantara
pada sekolah-sekolah serta penggunaan nama-nama diindonesiakan. Namun tujuan Jepang
mengembangkan pendidikan yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk menarik
simpati dan mendapatkan bantuan dari rakyat indonesia dalam menghadapi
lawan-lawannya pada perang pasifik.
Ø Bidang
Kebudayaan
Dibidang kebudayaan pemerintah Jepang
mendirikan sebuah pusat kebudayaan pada 1 april 1943. Pusat kebudayaan itu
bernama keimin bunkei shidoso. Pusat
kebudayaan itu dipakaisebagai sarana untuk menanamkan dan menyebarkan kesenian
serta kebudayaan Jepang bagi bangsa Indonesia. Sekolah itu juga dipakai untuk
mengarahkan agar karya-karya seniman seperti roamn, sajak, lagu, lukisan,
sandiwara, dan film tidak menyimpang dari tujuan Jepang dan dijadikan alat
propaganda pemerintah Jepang.
Karya satra yang mendukung politik 3A atau yang
sejenis dibiarkan tumbuh, seperti tjinta
tanah air karangan nur sutan
iskandar, palawidja karangan karim halim dan angin fudji karangan usmar
ismail.karya-karya tersebut adalah yang sejalan dengan propaganda Jepang, yakni
untuk kepentingan Asia Timur Raya.
Ø Bidabng Social
Selama pemerintahan Jepang seluruh
kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang. Kehidupan
social-ekonomi rakyat Indonesia sangat memprihatinkan. Seluruh kekayaan rakyat
dikuras habis. Selain iu berbagai pungutan dan pajak juga masuk.
Untuk membangun sarana dan prasarana
perang seperti jalan-jalan, kubu-kubu pertahanan, dan lapangan udara, Jepang
mengambil banyak tenaga kasar dari berbagai daerah di Indonesia. Tenaga-tenaga
kerja tersebut disebut Romusha. Pengerahan tenaga romusha ini membawa akibat
lebih jauh pada struktur social masyarakat Indonesia. Banyak tenaga-tenaga muda
menghilang dari desanya karena takut akan diambil sebagai romusha. Sebagai
akibatnya yang tiggal di desa hanyalah kaum wanita, anak-anak, dan laki-laki
cacat.
Ø Bidang Birokrasi
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia
dipegang oleh kalangan militer yaitu dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan
laut (kaigun). Dengan demikian system pemerintahan atas wilayah diatur atas
aturan militer. Dengan hilangnya orang belanda dipeerintahan maka orang-orang
Indonesia mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting yann
sebelumnya hanyabisa dipegang oleh orang belanda. Termasuk jabatan gubernur dan
walikota dibeberapa daerah, tetapi pelaksanaannya masih dibawah pengawasan
militer Jepang. Pengalaman penerapan birokrasi di jawa dan Sumatra lebih banyak
daripada di tempat-tempat lain. Kemudian penerapan birokrasi di daerah
pengawasan angkatan laut Jepang agak buruk.
Ø Bidang Militer
Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia
memiliki arti penting, khususnya dalam bidang militer. Para pemuda bangsa
Indonesia diberikan pendidikan militer melalui organisasi peta. Pemuda-pemuda
yang tergabung dalam peta inilah yang nantinya menjafi inti kekuatan dan
penggerak perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hendri, F.
Isnaeni dan Apid, 2008, Romusha Sejarah
Yang Terlupakan 1942-1945, Yogyakarta: Ombak.
I Wayan Badrika,
2006, Sejarah untuk SMA Kelas XI,
Jakarta: Erlangga
Magdalia
Alfian, dkk. 2009. Sejarah untuk SMA
Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Esis
Mohammad Roem, 1972, Bunga Rampai
Dari Sejarah, Djakarta: Bulan Bintang.
Moedjanto, 1991, Indonesia Abad Ke 20 Jilid 1 Dari
Kebangkitan Nasional Sampai Lingga Jati, Yogyakarta: Kanisius.
Kartodirjo, Sartono, 1993, Pengantar sejarah Indonesia baru,
1500-1900: Dari kolonialisme sampai nasionalisme, Jakarta : Gramedia
M.C. Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Jakarta:PT Serambi Ilmu Semesta.