Bacharuddin Jusuf Habibie
Presiden Ketiga Republik Indonesia
Oleh:
Devi Ciptyasari (11406244008)*
Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie lahir di Pare-Pare tepatnya provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936, putra dari Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini Puspowardojo. BJ Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Pemerintahan Orde Baru dibawah rezim Soeharto berjalan selama 32 tahun, selama jangka waktu tersebut banyak kemajuan yang terjadi di Indonesia seperti dalam hal pembangunan ekonomi dan kestabilan politik. Namun, pada tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Korupsi, kolusi, dan nepotisme semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat.
Dampak dari ketidak mampuan rezim Soeharto dalam menangani krisis ekonomi tersebut menyebabkan rezim ini tidak lagi dipercaya oleh rakyat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi disegala bidang secara total. Akibat tekanan yang sangat besar dari masyarakat Indonesia, maka pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden.
Berlandaskan pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto segera menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk disumpah sebagai penggantinya dihadapan Mahkamah Agung, karena DPR tidak dapat berfungsi dan gedungnya pada saat itu diambil alih oleh mahasiswa.
Penyerahan kekuasaan kepada B.J. Habibie tersebut, menandai detik-detik transisi politik di Indonesia. Transisi yang hanya melibatkan kalangan terbatas tersebut melahirkan ancaman dari kelompok prodemokrasi yang tidak menghendaki Habibie melanjutkan kekuasaan sisa Soeharto. Presiden B.J Habibie harus mampu membenahi kondisi Indonesia saat itu, dimana hampir semua dari aspek kehidupan sangat memerlukan adanya reformasi total. Banyak kebijakan yang kemudian diambil oleh B.J Habibie, salah satunya dalam bidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi banyak kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi kritis ekonomi saat itu dan melanjutkan reformasi ekonomi Indonesia, sementara itu dalam bidang pers presiden B.J Habibie memberikan kebijakan yang sangat bertolak belakang dengan masa Orde Baru. Pers mulai diberi kesempatan untuk secara objektif dan berimbang melakukan kritik terhadap pemerintah.
Walaupun berdasarkan konstitusi Republik Indonesia, Habibie sebagai wakil presiden layak melanjutkan kekuasaan Soeharto. Tetapi karena Habibie sendiri merupakan bagian dari lingkaran kekuasaan Soeharto, maka peralihan kekuasaan kepada Habibie tetap tidak dikehendaki oleh kelompok prodemokrasi. Dampak dari kejengkelan terhadap pemerintahan B.J. Habibie melahirkan berbagai tuntutan agar Habibie segera mengagendakan pemilu dan membentuk pemerintahan sementara. Habibie sendiri dengan segala keyakinannya, segera mengagendakan pemilu untuk mengakhiri ketidak pastian politik.
Pemilu pertama pasca Soeharto berlangsung pada 7 Juni 1999 dan diikuti oleh 48 partai politik. Hasil pemilu tersebut membentuk komposisi anggota parlemen yang berimbang dari berbagai kekuatan politik yang ada dan menutup kesempatan Habibie menjadi presiden, karena Habibie gagal dalam sesi laporan pertanggungjawaban dalam sidang parlemen. Parlemen menilai Habibie tidak mampu mengatasi tiga persoalan besar yang disebabkan oleh transisi yang rumit yakni; masalah sistemik, masalah transisional, dan masalah konsensual. Setelah melalui proses politik yang rumit dan berlangsung secara demokratis, Pemilu 1999 diakhiri dengan kepemimpinan nasional yang baru yaitu, terpilihnya Gus Dur dan Megawati sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 1999-2004, yang diharapkan mampu membawa proses transisi kearah konsolidasi demokrasi.
Daftar Pustaka:
Artha, Arwan Tuti. 2007. Kudeta Mei’98: Perseteruan Habibie-Prabowo. Yogyakarta: Galangpers.
Habibie, Bachraruddin Jusuf. 2006. Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta: THC Mandiri.
Makka, A. Makmur. 2009. Testimoni Untuk B.J. Habibie. Yogyakarta: Ombak.
Suwarsono. 2012. Sejarah Politik Indonesia Modern. Yogyakarta: Ombak.
Urbaningrum, Anas. 1999. Ranjau-Ranjau Reformasi: Potret Konflik Politik pasca Kejatuhan Soeharto. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar