Berlangsungnya pemberontakan Rangoon Spring di Myanmar 1988
Setelah kembalinya Aung san suu kyi putri dari Aung san mengantarkan berobat ibunya di luar negeri pada bulan Maret 1988, protes–protes yang dilancarkan para pelajar di Myanmar. Protes ditujukan terhadap Rezim militer meletus di Rangoon di bulan Maret dan juni. Protes dikarenakan keputusan jendral Ne win untuk menerbitkan kembali catatan bank pecahan yang dapat dibagi dengan angka Sembilan ( Win ) yang terobsesi bahwa angka Sembilan merupakan angka yang menguntungkan, yang menurut rakyat Myanmar menghancurkan nilai tabungan rakyat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Rezim ini member respon atas protes –protes itu dengan tekanan tetapi mengendurkan kekuasaan saat Ne win turun dari jabatan BSPP ( badan partai sosialis birma ). Setelah itu Sein Lwin, kepala polisi anti huru hara mengambil alih pemerintahan dan segera menarik darurat militer.
Pergerakan untuk demokrasi mencapai puncaknya pada musim panas atau Rangoon spring, dalam sebuah pemberontakan masal pada tanggal 8 Agustus 1988 yang menyebar dari Rangoon ke seluruh penjuru negri. Pemberontakan tersebut dikalahkan manakala militer memberondongkan ke arah demonstran , membunuh beberapa orang. Penumpahan darah berakhir pada tanggal 12 Agustus yang dimana diberitahukan bahwa Shen Win “ Penjagal dari Birma mengundurkan diri.
Sementara itu Aung san suu kyi, sebagai puteri pahlawan kemerdekaan Myanmar yang paling terkenal, memasuki kancah gerakan demokrasi . Pada tanggal 26 Agustus ia berpidato di depan kumpulan masa Myanmar di depan pagoda shwedagon di Rangoon yang mengusulkan berdirinya komite konsultatif rakyat. Untuk membantu rakyat Myanmar keluar dari krisis.
Namun pada tanggal 18 September karena sebuah perjuangan internal yang berdarah dalam tubuh pemerintahan , maka diumumkan bahwa ada sebuah kudeta militer. Hukum Negara dan Dewan restorasi ketertiban ( Orders Restoration Council :SLORC ) sebuah junta yang beranggotakan dari 21 pejabat militer senior pimpinan Shaw Maung yang kini memerintah Myanmar, yang kemudian diketahui bahwa Shaw Maung telah diperintah untuk mengadakan kudeta oleh Ne Win.
Setelah itu SLORC mengklaim bahwa akan ada pengambil alihan kekuasaan setelah pemilu yang bebas dan adil, tetapi perkumpulan politik yang beranggotakan lebih dari empat orang malah di larang dan kekuatan militer dikerahkan untuk menekan para demonstran.
Oposisi diorganisir secara resmi menjadi liga nasional League of Democrazy NLD pada tanggal 24 september dengan Suu kyi sebgai sekertaris Jendral,. Ia mendukung protes non kekerasan mendesak PBB untuk campur tangan dan menuduh Ne Win telah mengendalikan SLORC dari belakang.
Dampak dari pemberontakan Rangoon Spring.
Setelah berakhirnya Rangoon spring,bulan Juni 1989 secara resmi nama Negara Birma berubah menjadi Myanmar dan nama ibukota Negara itupun berganti juga dari Rangoon menjadi Yangoon. Setelah itu Su Kyi dikenakan tahanan rumah karena dianggap membahayakan Negara, di bawah hukum rejim militer, ia ditahan tanpa dakwaan.
Sementara itu SLORC mengajukan kebijakan empat bagian untuk mengontrol etnik – etnik minoritas di Negara Myanmar . Propinsi –propinsi, suku – suku tersebut diumumkan dilindungi oleh militer yang mana populasi etnik itu direlokasi secara paksa untuk memagari daerah bergedung dan ditekan dengan brutal.
Dalam usahanya untuk menyangga perekonomian Myanmar yang sedang ambruk akibat peristiwa Rangoon spring, ratusan atau bahkan ribuan warga dipaksa menjadi budak baik dalam proyek–proyek kontruksi ataupun untuk militer. Praktik tersebut dengan digambarkan oleh rezim itu sebagai kontribusi rakyat.
Hutan-hutan Negara dan sumber alam dijarah dan di produksi Narkoba meningkat dan pengolahan opium dilegalakan. Dan disaat yang sama angkatan bersenjata juga di lipatgandakan dan pengeluaran belanja dalam pasukan angkatan bersenjata melonjak di Negara Myanmar.
Akar permasalahan gelombang protes
Etnis Birma, berasal dari Tibet, merupakan etnis mayoritas di Myanmar. Namun, etnis Birma adalah kelompok yang datang belakangan di Myanmar, yang sudah lebih dahulu didiami etnis Shan (Siam dalam bahasa Thai). Etnis Shan pada umumnya menghuni wilayah di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar. Sebelum etnis Birma datang, selain etnis Shan, sudah ada etnis Mon, yang menghuni wilayah selatan, juga dekat perbatasan dengan Thailand.
Sebagaimana terjadi di banyak negara, di antara tiga etnis utama di Myanmar ini terjadi perang. Satu sama lain silih berganti menjadi penguasa di daerah yang dinamakan Birma, kini Myanmar. Inilah yang terjadi, perebutan kekuasaan, sebelum kedatangan Inggris pada tahun 1885.
Ada juga etnis lain di Myanmar, yang kemudian turut meramaikan ketegangan politik sebelum penjajahan dan pasca-penjajahan Inggris. Misalnya, ada etnis Rakhine, lebih dekat ke Bangladesh.
Saat penjajahan, berbagai kelompok etnis ini berjuang untuk mengakhiri penjajahan. Setelah penjajahan berakhir dan merdeka pada tanggal 4 Januari 1948, makin terjadi kontak lebih ramah antara etnis Birma dan semua etnis non-Birma.
AKHIR KEPEMERINTAHAN NE WIN
Ne Win menjalankan politik tangan besi di Myanmar serta Junta Militer adalah sumber kebenaran. Meskipun demikian ternyata ekonomi di Myanmar pada saat itu tidak kunjung membaik juga, bahkan makin terpuruk .Pada masa pemerintahan Ne Win, banyak sekali terjadi aksi-aksi demonstrasi dari rakyat Myanmar. Demonstrasi itu baik dari aktivis mahasiswa maupun dari kalangan tokoh agama yaitu dari para biksu. Mereka mengecam kekuasaan militer yang berada di pemerintahan karena yang seharusnya ada dalam kursi pemerintahan itu adalah para sipil. Selain itu adanya kesenjangan antara etnis Burma dengan etnis minoritas lainnya juga menyebabkan lahirnya demokrasi besar-besaran itu. Puncak demokrasi adalah pada tanggal 8 Agustus 1988
Demonstrasi tersebut adalah demokrasi yang terbesar dalam sejarah berkuasanya militer di Myanmar. Aksi demonstrasi ini ditanggapi oleh pemerintahan militer dengan tindakan kekerasan . sehingga timbulah korban jiwa, sebanyak 3000 pendemo tewas dalam aksi tersebut. peristiwa itu dikenal dengan nama “Generasi 88” , yang didalamnya terdiri dari para pelajar dan biksu. Jendral Ne Win yang pada saat itu menjabat sebagai Juntai Militer mengundurkan diri.
Dalam sidang terakhir kongres IV Partai Program Sosialis Birma (PPSB), Ne Win mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri dari jabatan sebagai kepala Negara. Ia berpendapat bahwa kesehatannya mulai terganggu. Berakhirnya pemerintahan Ne Win sebagai Kepala Negara kemudian di gantikan oleh Juntai Militer SLORC (State Law and Order Restoration Council).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar