BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pembentukan
North Atlantic Treaty Organization (NATO)
sebagai badan pertahanan negara-negara Eropa tidak dapat dilepaskan dari
sejarah perang dingin, dimana dunia terbagi kedalam dua polar utama yakni polar
Amerika Serikat dan Uni Soviet yang merupakan super powers pada masa tersebut. Perang
ideologi yang menjadi salah satu bentuk perang utama, membuat Eropa terbagi menjadi dua pada
saat itu, yakni Eropa Barat dan Eropa Timur. North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan
sebuah organisasi pakta pertahanan yang dibentuk pada era perang dingin untuk
membendung kekuatan Pakta Warsawa yang didirikan oleh Uni Soviet. Adapun, NATO merupakan
aliansi negara-negara blok Barat sekutu Amerika Serikat.
Perang
Dingin usai pada saat runtuhnya Uni Soviet yang ditandai dengan bubarnya Pakta
Warsawa pada tanggal 31 Maret 1991. Ketika perang dingin berakhir, NATO tidak
lantas diakhiri keberadaannya oleh para
anggotanya, namun hingga saat ini NATO tetap menjadi salah satu pakta
pertahanan terbesar di dunia, bahkan dengan jumlah anggota yang bertambah. Setelah perang dingin, terjadi perluasan
wilayah NATO yang meliputi sebagian besar wilayah Eropa Timur yang berarti
bahwa wilayah cakupan NATO tidak lagi hanya sebatas wilayah atlantik utara saja. Oleh karena itu penulis ingin membahas tentang
bagaimana peranan NATO pada masa sesudah perang dingin dan bagaimana eksistensi
NATO pada masa sekarang ini. Serta apakah persekutuan pertahanan seperti NATO masih
diperlukan?.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya organisasi NATO?
2. Bagaimana keanggotaan dan perluasan NATO ke Eropa Timur?
3. Bagaimana Peranan NATO pasca Perang Dingin?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah berdirinya NATO.
2. Mengetahui bagaimana keanggotaan dan perluasan NATO ke
Eropa Timur.
3. Mengetahui peranan NATO pasca Perang Dingin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya NATO
Perang dingin menyebabkan dunia terbagi
kedalam dua polar utama yakni polar Amerika Serikat dan Uni Soviet yang
merupakan negara Superpowers pada
masa tersebut dan ketegangan itu
menyebabkan eskalasi politik dunia meningkat. Amerika Serikat yang memiliki
kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan Uni Soviet sebagai negara yang memiliki
wilayah terbesar di dunia (sekaligus yang berhasil memukul Nazi Jerman sebagai
penentu berakhirnya PD II) membuat banyak negara lain berkiblat ke dua negara
ini. Negara yang berada di Asia Timur dan Asia Tenggara ditambah Eropa Timur
umumnya berkiblat kepada Uni Soviet atas dasar kesamaan Ideologi, sedangkan
negara-negara Eropa Barat, Eropa Tengah, dan negara Amerika lainnya berkiblat
pada Amerika Serikat. Layaknya sebuah suatu perhimpunan, pada akhirnya Amerika
Serikat dan sekutunya mendirikan sebuah organisasi yang disebut-sebut sebagai
Pakta Pertahanan Bersama, yaitu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization / NATO).
North
Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan sebuah
organisasi internasional untuk keamanan bersama negara-negara Barat.[1] Dibentuk
pada tanggal 04 April 1949 di Washington DC oleh 12 negara yaitu Amerika
Serikat, Kanada, Belanda, Belgia, Inggris, Italia, Denmark, Islandia,
Luksemburg, Norwegia, Prancis, dan Portugal.[2]
Nama resminya yang lain dalam bahasa Perancis yaitu l’Organization du Traite de l’atlantique Nord (OTAN). Pembentukan
NATO pada masa perang dingin merupakan bentuk kebijakan pembendungan oleh
Amerika Serikat terhadap penyebaran komunis Uni Soviet di daratan Eropa.[3]
Dasar konstitusi yang dijadikan pijakan NATO adalah pasal V dalam North Atlantic Treaty yang berisi:
Para anggota
setuju bahwa sebuah serangan bersenjata terhadap salah satu atau lebih dari
mereka di Eropa maupun di Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan terhadap
semua anggota. Selanjutnya mereka setuju bahwa, jika serangan bersenjata
seperti itu terjadi, setiap anggota, dalam menggunakan hak untuk mepertahankan
diri secara pribadi maupun bersama-sama seperti yang tertuang dalam Pasal ke-51
dari Piagam PBB, akan membantu anggota yang diserang jika penggunaan kekuatan
semacam itu, baik sendiri maupun bersama-sama, dirasakan perlu, termasuk
penggunaan pasukan bersenjata, untuk mengembalikan dan menjaga keamanan wilayah
Atlantik Utara.[4]
Struktur keamanan
perang dingin menyediakan rancangan konstitusi NATO diciptakan untuk menghadang
Rusia, melemahkan Jerman, dan menjayakan Amerika, membuat pentingnya
persekutuan ini dalam merekatkan harapan dan komitmen jangka panjang. Lembaga
ini tidak akan hanya bertindak sebagai sekutu dalam pengertian biasa mengenai
upaya terorganisasi untuk menyeimbangkan ancaman dari luar, tetapi juga
menawarkan mekanisme dan tempat untuk membangun hubungan, menjalankan bisnis
dan mengatur konflik. Fungsi politik NATO yang lebih luaslah yang mengikat
bersama negara-negara demokrasi dan memperkuat komunitas politik. Hal inilah
yang menjelaskan ketahanannya yang mengagumkan.[5]
B. Keanggotaan dan Perluasan
NATO ke Eropa Timur
Pada awal didirikannya, NATO beranggotakan 12 negara saja yaitu Belgia, Kanada,
Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luxembourg, Belanda,
Norwegia, Portugal, Inggris Raya dan Amerika Serikat. Seiring
perkembangannya, dan didukung oleh ‘open door policy’,
kini NATO memiliki 28 negara anggota. Perluasan yang
dilakukan NATO dimulai pada tahun 1952 yakni ditandai dengan bergabungnya Yunani
dan Turki, kemudian Jerman Barat pada tahun 1955 (Jerman menggantikan Jerman
Barat sebagai anggota NATO, ketika Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu pada
tahun 1990) serta Spanyol yang menjadi anggota NATO pada tahun 1982. Perluasan
NATO yang selanjutnya terjadi setelah berakhirnya Perang Dingin.
Runtuhnya Uni Soviet yang diikuti dengan bubarnya Pakta
Warsawa, menjadikan NATO satu-satunya Pakta Militer yang ada di
kawasan Eropa dan Atlantik
Utara. Kemudian
organisasi pertahanan ini mulai memperluas tujuan
awalnya yaitu untuk membendung penyebaran komunisme Uni Soviet di wilayah Eropa menjadi lebih mengarah
kepada mempromosikan komunitas yang
aman di Eropa Tengah dan Timur dengan mengkonsolidasikan demokrasi dan meningkatkan stabilitas
keamanan. Untuk mencapai
tujuannya tersebut, NATO
kemudian melakukan perluasan keanggotaanya ke wilayah Eropa Timur, yang dulunya merupakan
wilayah pengaruh dan kekuasaan Uni Soviet.[6]
Pada tahun 1999,
NATO mulai melakukan perluasannya dengan mengundang
negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa untuk bergabung di dalamnya, yaitu Republik Cekoslovakia,
Hungaria, dan Polandia. Kemudian, perluasan selanjutnya pada tahun 2002
mencakup negara-negara Baltik (Estonia,
Latvia, dan Lithuania), Romania, Slovakia, Bulgaria,
dan Slovenia (ketujuh negara
ini diterima secara penuh sebagai anggota tetap dalam NATO pada tanggal 29 Maret 2004). Pada 1 April 2009, Albania dan Kroasia bergabung dan menjadi anggota terbaru
NATO.[7] Dengan perluasan NATO ini maka perbatasannya jauh
bergeser ke timur, langsung bersebelahan dengan Rusia.
Perluasan
keanggotaan yang dilakukan oleh NATO ini mendapat respon
negatif dari Rusia. Perluasan ini dianggap dapat mengganggu security interests dan
menjadi ancaman serius bagi posisi geopolitik Rusia.
Hal ini dikhawatirkan akan membuat Rusia
menjadi terisolir setelah berkurangnya pintu keluar dari laut Baltik dan laut Hitam serta banyaknya perbatasan yang
pindah ke negara lain, yang memotong Rusia
dari Eropa dan Asia Tengah. Sehingga pada Maret 2001, Presiden Putin menegaskan “garis merah‟ di negara-negara Baltik dalam kerangka politik luar
negeri Rusia dan menentang perluasan tersebut karena dapat menimbulkan dampak
negatif bagi keamanan Rusia.[8]
C.
Peranan NATO Pasca Perang Dingin.
Kekuatan NATO dalam mempertahankan eksistensinya di Eropa
memang telah dibuktikan pasca Perang Dingin, dengan ditandai runtuhnya tembok
Berlin serta pecahnya uni Soviet. Hal tersebut tentu menghilangkan ancaman Uni
Soviet terhadap Eropa, yang sebelumnya menjadi sebuah prioritas bagi NATO untuk
waspada terhadapa Uni Soviet. Pasca perang dingin NATO sebagai salah satu
kekuatan aliansi keamanan masih dianggap diperlukan tertama untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dari negara-negara yang merupakan
pecahan dari Uni Soviet dimana masih banyak terdapat sumber-sumber nuklir
peninggalan Uni Soviet yang tentu bisa menjadi suatu ancaman bagi negara-negara
Eropa lainnya. Hal tersebut diminimalisir oleh NATO dengan menarik
negara-negara pecahan Uni Soviet tersebut untuk bergabung dangan NATO walaupun
terdapat juga penolakan-penolakan.
Terdapat beberapa perubahan signifikan di dalam tubuh NATO
sejak awal keterbentukannya. Sekalipun masih mengusung struktur yang sama,
namun terjadi perubahan yang semula collective
defense (pakta pertahanan bersama) menjadi
aktivitas menjaga perdamaian (yang berarti dengan kata lain sebagai agen
kebebasan dan pemelihara stabilitas), dan lebih mandiri dari Amerika Serikat
dengan berusaha menggunakan cara untuk meningkatkan kapabilitas militer Eropa.
Berakhirnya perang dingin membuat Uni Soviet terpaksa
menarik mundur pasukannya di Eropa dan komunisme di sana berangsur hilang,
hanya saja demokrasi pun tidak begitu stabil. Dengan terjadinya
perubahan-perubahan tersebut, NATO mulai mencari peran baru, tidak hanya
sekedar collective selfdefense melainkan
juga untuk menangani manajemen krisis yang terjadi di luar negara-negara
anggota dengan menyediakan pasukan yang dapat ditempatkan dikawasan yang
membutuhkan operasi menejemen krisis. Dengan semakin damainya keadaan di Eropa
bagian Timur, NATO dengan cepat menerima konsep baru keamanan dan berkomitmen
untuk membangun sebuah dialog politik untuk memupuk stabilitas pada perbatasan.
Keamanan di setiap negara tidak dapat dipisahkan dari keamanan
negara-negara tetangganya. Maka, NATO tidak bisa hanya bergerak dalam bidang
pertahanan bersama saja, tetapi harus mulai membangun kerjasama dengan semua
negara di Eropa, termasuk negara-negara Eropa Timur. Tetapi, konsep baru
keamanan ini tidak dapat menggantikan hilangnya raison d’etr NATO yang utama, yaitu ancaman Soviet, dimana peran
NATO masih diharapkan untuk mengelola hubungan Trans-Atlantik oleh
negara-negara anggota NATO dan negara-negara lain dari Eropa Tengah dan Eropa
Timur.
Pada akhir perang dingin tidak lantas membuat eksistensi
NATO dalam dunia dipandang sebelah mata. Hal ini dapat diamati melalui aktifnya
peran NATO dalam berbagai kegiatan perdamaian internasional yang menjadi agenda
PBB. Tidak jarang NATO mendapatkan mandat resmi PBB untuk menjadi pasukan
perdamaian dan melaksanakan upaya perdamaian. Namun krisis yang terjadi di
Balkan pada tahun 1991 sampai 1995, tidak memberikan kesempatan bagi NATO untuk
berkontribusi terlalu banyak karena tantangan keamanan baru pada masa itu
muncul jauh lebih cepat dari yang diperkirakan, bahkan pada krisis ini Uni
Eropa dan PBB justru menimbulkan lebih banyak masalah di sana daripada
memberikan penyelesaian.
Pasca selesainya Perang Dingin tahun 1991, NATO baru
melakukan Operasi Militer. Berikut disampaikan beberapa Operasi Militer NATO
atau Intervensi menyangkut suatu keadaan politik/perang di suatu kawasan :
a.
NATO
Intervention in Bosnia & Herzegovina
Pasca runtuhnya Yugoslavia, perang antar
etnis ataupun perselisihan diantara negara-negara suksesor Yugoslavia
berkecamuk pada tahun 1992 dengan apa yang dikenal sebagai Perang Bosnia. Pada
tanggal 9 Oktober 1992 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 816 tentang
Zona Larangan Terbang diatas Bosnia Herzegovina.[9]
Zona larangan terbang ini digunakan untuk mencegah terbangnya pesawat-pesawat
Bosnia yang digunakan untuk membombardir penduduk sipil atau etnis tertentu.
Resolusi tersebut kemudian menunjuk NATO sebagai penegak dari Zona Larangan
Terbang tersebut efektif mulai 12 April 1993.
Jumlah korban perang di Bosnia mencapai 110.000 jiwa.
Puncak kekejaman pasukan Serbia di Bosnia adalah pembantaian Srenica pada Juli
1995. PBB tidak mampu menghentikan serangan tersebut dan cenderung
membiarkannya. Serangan itu terhenti saat NATO menyerang tentara Sprska.[10]
Akibat serangan NATO memaksa milisi Serbia dan JNA (Tentara Nasional
Yugoslavia) meninggalkan Bosnia Herzegovina. Keberhasilan NATO merupakan
kegagalan rezim Slobodan Milosevic.
b.
Kosovo
Intervention
Kosovo (daerah Serbia) berpenduduk mayoritas
Albania sebuah populasi muslim. Ketegangan antara Albania dan Serbia menyebabkan
rakyat Albania membentuk tentara pembebasan Kosovo (KLA) pada tahun 1997 untuk
melawan serangan Serbia. Bentrokan dimulai pada 1998 dan perundingan damai
Paris gagal.[11]
Untuk menghentikan tindakan Slobodan Milosevic yang melakukan tindakan keras
dan kejahatan kemanusiaan terhadap warga sipil Albania di Kosovo, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1199 pada 23 September 1998 yang menuntut
agar dilakukan Gencatan Senjata. Namun tuntutak tersebut tidak ditanggapi dan
mentok hingga akhirnya DK PBB menyerahkan permasalahan tersebut kepada NATO dan
memulai intervensinya pada 24 Maret 1999.
c.
Afganistan
War
Pada pukul 08.45, 11 September 2001
pesawat American Airline yang dibajak menabrak Menara Utara dari World Trade
Centre di New York. Pesawat kedua menabrak Menara Selatan 18 menit kemudian.
Yang ketiga menghantam Pentagon, markas besar Departemen Pertahanan AS di
Washington DC, sementara yang keempat jatuh dipinggiran Pennsylvania sebelum
mencapai sasarannya. Serangan ini merupakan serangan teroris yang paling
menghancurkan yang dirancang oleh al-Qaida, sebuah kelompok fundamentalisme
Islam. Pengaruh peristiwa 11 September ini menyebabkan Amerika Serikat
menempatkan status siaga, pemerintahan direorganisasi untuk memerangi terorisme
didalam negeri dan presiden George W.[12]
Bush menyatakan perang terhadap terorisme keseluruh dunia, untuk pertama
kalinya sejak tahun 1949, NATO akhirnya melakukan Operasi Militer ke Afganistan
dengan mengajukan persetujuan kepada Dewan dengan menggunakan Pasal 5 dalam
Traktat Atlantik Utara. Amerika Serikat sendiri menganggap serangan 11
September 2001 sebagai alasan untuk membenarkan menggunakan Pasal 5 tersebut.
Operasi Militer ini disetujui pada 4 Oktober 2011.
d.
Perang
Irak
Pasca runtuhnya rezim Saddam Husein, dan berkobarnya
Perang Irak. Atas dasar permintaan
Pemerintah Intern Irak meminta kepada Dewan Keamaan PBB untuk membentuk
Misi Pelatihan untuk membantu pasukan keamanan Irak untuk menjaga stabilitas
dan keamanan. Akhirnya keluarlah Resolusi DK PBB no. 1546 untuk dan ditunjuklah
NATO sebagai pelaksananya.[13]
Perang Irak dilatar belakangi oleh tuduhan Amerika bahwa Irak telah
mengembangkan nuklir sebagai persenjataan dan dituduh sebagai teroris.
e.
Libya
Intervention
Perang Sipil di Libya yang menyuarakan
Revolusi untuk menggulingkan rezim Muammar Qadhafi di tahun 2011 menimbulkan
kekerasan dan ketidakstabilasan nasional meningkat. Pada 17 Maret 2011 Dewan Keamanan
PBB mengeluarkan Resolusi 1973 yang menyerukan Gencatan Senjata dan berwenang
untuk mengadakan aksi militer untuk melindungi warga sipil Libya, hal itu memberi
leluasa kepada NATO untuk masuk ke Krisis Libya.
Tak lama ketentuan mengenai Zona Larangan Terbangpun diberlakukan. Selanjutnya, pada
tanggal 19 Maret 2011, pasukan koalisi yang terdiri dari lima negara, yaitu Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Italia dan
Kanada dibawah kendali NATO meluncurkan “Operasi
Fajar Odyssey” terhadap Libya. Operasi ini bertujuan untuk melindungi
penduduk sipil dari serangan yang dilakukan oleh kekuatan pro-Muammar
Al-Qadhafi. Serangan militer bertindak di bawah Bab VII Piagam PBB, yang
mengatur penggunaan kekuatan jika diperlukan, serta Resolusi DK PBB 1973
khususnya pada poin (4) Protection of
Civilians:
Authorizes Member States that have notified the
Secretary-General, acting nationally or through regional organizations or
arrangements, and acting in cooperation with the Secretary-General, to take all
necessary measures, …, to protect civilians and civilian populated areas under
threat of attack in the Libyan Arab Jamahiriya...[14]
Berdasarkan piagam PBB Bab VII, Dewan Keamanan PBB
memiliki hak untuk mengambil tindakan dalam suatu kasus internal suatu negara
apabila terdapat ancaman dan pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan
agresi terhadap negara lain yang dilakukan oleh suatu negara. Oleh PBB dan
NATO, langkah ini merupakan sebagai bentuk misi khusus untuk menjamin keamanan internasional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perang
Dingin usai pada saat runtuhnya Uni Soviet yang ditandai dengan bubarnya Pakta
Warsawa pada tanggal 31 Maret 1991. Ketika perang dingin berakhir, NATO tidak
lantas diakhiri keberadaannya oleh para
anggotanya[15],
namun hingga saat ini NATO tetap menjadi salah satu pakta pertahanan terbesar
di dunia, bahkan dengan jumlah anggota yang bertambah. Setelah perang dingin, terjadi perluasan
wilayah NATO yang meliputi sebagian besar wilayah Eropa Timur yang berarti
bahwa wilayah cakupan NATO tidak lagi hanya sebatas wilayah atlantik utara saja.
Sebagai sebuah organisasi Pakta
Pertahanan, dimana dalam traktat pendirian disebutkan bahwa serangan kepada satu negara anggota NATO maka akan dianggap sebagai
serangan pada seluruh anggota. Pada awal tahun
pembentukannya hingga Komunisme Soviet runtuh NATO
belum pernah sekalipun mengadakan operasi militer maupun intervensi lainnya. NATO kembali menunjukkan peranannya pada konflik
Bosnia-Herzegovina pada tahun 1995 sampai 1998 dengan memfasilitasi perdamaian,
walaupun kapasitasnya dalam memunculkan keamanan dalam jangka terbatas. Selain
itu NATO juga harus mengatur pencegahan konflik seperti dalam pembuatan Bosnian
Peace Agreement yang menyediakan keamanan internasional di Kosovo (sesuai
dengan mandat dari PBB). NATO akhirnya juga melakukan Operasi Militer ke
Afganistan dengan mengajukan persetujuan kepada Dewan dengan menggunakan Pasal
5 dalam Traktat Atlantik Utara. Amerika Serikat sendiri menganggap serangan 11
September 2001 sebagai alasan untuk membenarkan menggunakan Pasal 5 tersebut.
Operasi Militer ini disetujui pada 4 Oktober 2011.
Pasca runtuhnya rezim Saddam Husein, dan berkobarnya Perang
Irak. Atas dasar permintaan Pemerintah Interm Irak meminta kepada Dewan Keamaan
PBB untuk membentuk Misi Pelatihan untuk membantu pasukan keamanan Irak untuk
menjaga stabilitas dan keamanan. Akhirnya keluarlah Resolusi DK PBB no. 1546
untuk dan ditunjuklah NATO sebagai pelaksananya. Selain itu NATO juga melakukan
intervensi dalam kasus pemberontakan Arab di Libya pada tahun 2011 lalu.
Sekretaris Jendral NATO, Anders Fogh Rasmussen menuliskan penjelasan akan
intervensi NATO ke Libya sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat Libya
dari ancaman oparesi rezim Khadafi, dan mendirikan reformasi demokratisasi di
Libya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
:
Adam, Simon. 2008. Sejarah Dunia. Jakarta: Erlangga.
A.Fahrurodji. 2005. Rusia Baru Menuju Demokrasi. Jakarta: Obor.
Goenawan
Mohamad. 1992. Refleksi Atas Revolusi Di
Eropa. Jakarta : Gramedia.
Noel Malcolm. 1994. Bosnia: A Short History. New York: New York University Press
Prima Nurahmi dkk. 2008. Profil Sang Jagal, Yogyakarta: Bio
Pustaka.
Samuael P Huntington dkk.
2005. Amerika Dan Dunia. Jakarta:
Obor.
Wahyudi Djaja. 2012. Sejarah Eropa, Dari Eropa Kuno Hingga Eropa
Modern. Yogyakarta : Ombak.
Internet
:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pakta_Pertahanan_Atlantik_Utara
di akses pada tanggal 20 September 2013 pukul 19.11 WIB.
http://www.nato.int/docu/update/1991/summarye.htm diakses pada tanggal 23 September 2013 pukul 13.00 WIB.
http://www.nato.int/cps/en/SID-67F8A47AFCDA6F47/natolive/natocountries.htm,
diakses pada tanggal 23 September 2013 pukul 13.30 WIB.
http://www.unpas.ac.id/fisip/website/index.php/home/downloadjournal /DUA%20TAHUN%20PERLUASAN%20NATO.pdf diakses pada tanggal
26 September 2013 pukul 19.15 WIB.
http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sc10200.doc.htm,
diakses pada tanggal 8 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB.
North Atlantic
Treaty Organization Countries Member
No.
|
Countries
|
Year Joined
|
No.
|
Countries
|
Year Joined
|
1
|
United States of America
|
1949
NATO Establish
State
|
15
|
West Germany
|
1955
|
2
|
United Kingdom
|
16
|
Spain
|
1982
|
|
3
|
Iceland
|
17
|
Czech Republic
|
1999
|
|
4
|
Canada
|
18
|
Hungary
|
||
5
|
Belgium
|
19
|
Poland
|
||
6
|
France
|
20
|
Estonia
|
||
7
|
Denmark
|
21
|
Bulgaria
|
2004
|
|
8
|
Netherland
|
22
|
Latvia
|
||
9
|
Portugal
|
23
|
Lithuania
|
||
10
|
Italy
|
24
|
Slovakia
|
||
11
|
Norway
|
25
|
Slovenia
|
||
12
|
Luxembourg
|
26
|
Romania
|
||
13
|
Greece
|
1953
|
27
|
Croatia
|
2009
|
14
|
Turkey
|
28
|
Albania
|
Daftar
negara anggota NATO dan tahun masuknya
[2] A.Fahrurodji, Rusia Baru Menuju
Demokrasi, Jakarta: Obor, 2005, hlm. 168.
[3] Ibid., hlm. 225-227
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Pakta_Pertahanan_Atlantik_Utara
di akses pada tanggal 20 September 2013 pukul 19.11 WIB
[6] Danks, Catherin J, Russian
Politics and Society: An Introduction, England: Pearson Education Limited,
2001, hlm. 257.
[7] http://www.nato.int/docu/update/1991/summarye.htm
diakses pada tanggal 23 September 2013 pukul 13.00 WIB
[8] A.Fahrurodji, loc.Cit., hlm.
226.
[9] Noel Malcolm, Bosnia: A Short History, New York: New York University Press, 1994, hlm. 243.
[10] Prima Nurahmi dkk, Profil Sang
Jagal, Yogyakarta: Bio Pustaka, 2008, hlm. 130.
[12] Ibid., hlm.370.
[13] Ibid., hlm 252
http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sc10200.doc.htm, diakses pada
tanggal 8 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar