BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Menurut dasar pikiran orang Cina, seluruh fenomena alam itu
dapat dibagi dua klasifikasi yaitu yang dan yin. “Yang” merupakan prinsip dasar
untuk laki-laki, matahari, arah selatan, panasnya cahaya (siang), dan segala
yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin” adalah suatu prinsip seperti: wanita,
bulan, arah utara, dingin, gelap (malam), dan segala yang bersifat pasif.
Taoisme merupakan ajaran
pertama bagi orang Cina yang dikemukakan Lao tze, ia amat kecewa akan kehidupan
dunia, sehingga ia memutuskan untuk pergi mengasingkan diri dengan tidak
mencampuri urusan keduniawian. Ia kemudian menulis kitab Tao Te Ching yang
kelak menjadi dasar pandangan ajaran Taoisme
Pada masa hidup
Konfusius negaranya sedang mengalami kekacauan. Berbagai penyimpangan dilakukan
oleh pemerintah, disintegrasi negara, pemberontakan, dan terjadi begitu banyak
kejahatan, serta banyak orang yang hidup tanpa aturan yang jelas. Kondisi
sosial China pada saat itu menunjukkan ketidakteraturan, degradasi moral dan
anarki intelektual.
Legalis yakni bahwa hukum dan hukuman yang kerja, meskipun
dibenci rakyat, akan membawa tatanan dan keamanan yang mereka rindukan. Menurut
legalis, waktu yang berbeda membutuhkan cara yang berbeda.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana sistem kepercyaan orang Cina?
2.
Apa saja aliran filsafat yang ada di Cina?
3.
Siapa saja tokoh-tokoh pemikir Cina?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui sistem kepercyaan di Cina.
2.
Mengetahui aliran filsafat yang berkembang di Cina.
3.
Mengetahui tokoh-tokoh pemikir Cina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem kepercayaan
masyarakat Cina
Pada dasarnya pandangan berpikir orang Cina selalu
mengembalikan hakekat keharmonisan antara kehidupan “ langit” (alam gaib) dan
kehidupan di bumi (alam dunia nyata). Mereka percaya bahwa alam semesta ini
sebagai akibat dari inkarnasi kekuatan alam. Menurut dasar pikiran orang Cina,
seluruh fenomena alam itu dapat dibagi dua klasifikasi yaitu yang dan yin.
“Yang” merupakan prinsip dasar untuk laki-laki, matahari, arah selatan,
panasnya cahaya (siang), dan segala yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin”
adalah suatu prinsip seperti: wanita, bulan, arah utara, dingin, gelap (malam),
dan segala yang bersifat pasif.
Kedua prinsip yin dan yang ini merupakan nafas dan kekuatan
yang dilambangkan dalam bentuk lingkaran yang dibagi dalam dua bagian dengan
garis yang saling melingkar yang memisahkan yang dan yin. Bulatan melambangkan
prinsip alam semesta, dimana alam semesta ini terwujud oleh karena kedua
prinsip kesatuan antara yang dan yin. “Yang” merupakan daya cipta suatu sifat
Tuhan yang memberi gerakan dan hidup kepada sesuatu. “Yin” bersifat bahan atau
zat yang diberi kemampuan menerima “yang”, sehingga terjadilah hidup dan
bergerak. Dengan kata lain, “yang” bersifat memberi dan memperbanyak, sedangkan
“yin” bersifat menerima dan menyimpan. Adanya kesatuan hidup ini terjelmalah
fenomena alam semesta seperti: air, kayu, bumi, dan makhluk hidup di dalamnya.
Penciptaan dan pergerakan kesatuan yang dan yin tunduk dan
mengikuti hukum tata kehidupan alam semesta, sehingga dengan demikian bergerak
dengan teratur dan berirama. Ritme ini mengisi dan mengatur setiap ruangan di
alam semesta ini seperti jalannya matahari, bintang, bulan, pergantian musim,
dan lain-lain. Ritme ini disebut tao yaitu bagaimana sesuatu di dunia itu
dijadikan dan jalan bagaimana orang harus mengatur hidup.
B.
Aliran
fisafat-filsafat Cina
a.
Taoisme
Taoisme merupakan
ajaran pertama bagi orang Cina yang dikemukakan Lao tze. Ia dilahirkan di
Provinsi Hunan pada tahun 604 SM. Dikisahkan, Lao tze merasa amat kecewa akan
kehidupan dunia, sehingga ia memutuskan untuk pergi mengasingkan diri dengan
tidak mencampuri urusan keduniawian. Ia kemudian menulis kitab Tao Te Ching
yang kelak menjadi dasar pandangan ajaran Taoisme. Tao berarti “jalan” dan
dalam arti luas yaitu realitas absolut, yang tidak terselami, dasar penyebab,
dan akal budi. Kitab Tao Te Ching memuat ajaran bahwa seharusnya manusia mengikuti
geraknya (hukum alam) yaitu dengan menilik kesederhanaan hukum alam. Dengan Tao
manusia dapat menghindarkan diri dari segala keadaan yang bertentangan dengan
irama alam semesta. Taoisme diakui sebagai suatu pre-sistematik berpikir
terbesar di dunia yang telah mempengaruhi cara berpikir orang China. Menurut
Lao Tzu manusia harus menyerah kepada Tao.
Kunci untuk menyatu
dengan Tao adalah Wu Wei yaitu “tidak melakukan apapun”. Filsafat Tao
mengajarkan pada orang agar mau menerima nasib. Orang harus dijauhkan dari
keinginan politik untuk berpengetahuan dan berpendidikan. Dalam bidang politik
keadaan yang paling baik adalah tidak ada pemerintahan, karena memerintah
berarti berbuat, berbuat berarti menentang Tao. Dengan demikian ajaran Tao
termasuk paham yang pesimis.
Pada zaman pertengahan
Dinasti Han muncul seorang yang bernama Zhang Dao-ling, yang juga menulis kitab
Tao. Begitu besar pengaruhnya hingga pada akhirnya ajaran-ajarannya menjadi
dasar dari agama Tao yang kemudian disebut Tao-Jiao. Di dalam penerapannya,
aliran mereka berbeda dengan ajaran Tao yang dilontarkan oleh Lao Tze. Jika Lao
Tze mengajarkan hidup selaras dengan alam, Tao-Jiao justru mengajarkan upaya
untuk menentang kehendak alam. Usaha ini mereka lakukan dengan jalan melakukan
tapa untuk hidup abadi, membuat jimat-jimat dan kias guna menolak pengaruh
jahat, sakit, penyakit, dan sebagainya. Dalam prakteknya, perwujudan ajaran
Tao-Jiao antara lain berupa atraksi-atraksi seperti berjalan di atas bara api,
memotong lidah, dan perayaan-perayaan tertentu.
b.
Konfusianisme
Konfusianisme merupakan
nama aliran yang diambil dari nama seoarang tokoh pemikir, yaitu konfusius. Konfusius
lahir pada tahun 551 SM di sebuah Negara kecil, Lu, yang terletak di daerah
yang sekarang dikenal sebagai Propinsi Shantung di China bagian timur. Dia di
anggap sebagi peletak dasar ajaran Konfusianisme. Muridnya cukup banyak dan
berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Di antara para pengikutnya terdapat
dua tokoh yang terkenal, yaitu Xunzi dan Mengzi (Mencius).
·
Konfusius
Konfusius atau Kung
Fu-tze mulai dikenal orang Cina melalui pemikiran-pemikirannya yang cemerlang
yang dilontarkan pada zaman Chou Timur (770-221 SM). Konfusius merupakan
moralis besar pertama di Cina. Ia mencoba untuk membuat tatanan dengan mengajak
oang untuk mengikuti pusat harmoni atau makna emas dalam semu tindakan mereka.
Dasar dari sistem Konfusianisme adalah kepatuahan anak atau loyalitas keluarga.
Konfusius percaya bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, tetapi
diperlukan kontrol diri dari nafsu agar tidak timbul perbuatan jahat. Konsep
dasarnya pada bidang politik adalah bahwa pada pemerintahan yang baik
berdasarkan pada masalah moral. Konfusianisme adalah humanisme, tujuan yang
hendak dicapai adalah kesejahteraan manusia dalam hubungan yang harmonis dengan
masyarakatnya.
Manusia ideal menurut
konfusius adalah Chun Tzu yaitu manusia yang berada pada derajat yang paling
tinggi yang memiliki kebijaksanaan dan budi luhur, yang dalam dirinya tercermin
keteguhan (chih), keadilan (i), kesetiaan (chung), altruis (shu), dan yang
terpenting: rasa cinta dan kemanusiaan (jen), berbudaya (wen), dan pemahaman
etika sopan santun dan kepedulian sosial (li).
Secara praktis ajaran
Konfusius dapat disimpulkan menjadi tiga pokok yaitu:
§ Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)
Konfusius mengajarkan keyakinan kepada
pengikutnya bahwa Thian atau Tuhan menjadi awal atas sumber kesadaran alam
semesta dan segalanya. Ia menekankan bahwa amat perlu untuk melakukan
sembahyang korban terhadap Thian.
§ Pemujaan terhadap leluhur
Pemujaan terhadap leluhur adalah
menolong seseorang untuk mengingat kembali asal-usulnya. Sebagian besar
aktifitas rumah tangga dalam keluarga Cina selalu berhubungan dengan roh
leluhur. Salah satu fungsi utama dalam keluarga adalah melakasanakan pemujaan
terhadap leluhur.
§ Penghormatan terhadap Konfusius
Bagi orang Cina merupakan kewajiban
mereka untuk menghormati Konghuchu yang mereka anggap sebagai guru besar
seperti halnya penghormatan terhadap orang tua. Konghuchu dianggap telah
berjasa dalam mengajarkan dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih
terus diterapkan. Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan
masyarakat Cina membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak
ditujukan kepada manusia sebagai makhluk hidup.
·
Mencius
Dalam
kitab berbahasa Cina, Mencius dikenal dengan nama Mengzi atau Guru Meng.
Mencius merupakan salah seorang murid Konfusius. Selain meneruskan
ajaran-ajaran Konfusius, ia juga mengajarkan tentang demokrasi. Menurut
pendapatnya, dalam suatu negara mak rakyatlah yang paling utama (Mein Wei
Kuei). Menurut Mencius, pada dasarnya manusia itu baik. Kebaikan dasar ini
dapat dikembangkan melalui kehalusan budi pekerti dalam dirinya sendiri dan
dengan pendidikan.
Dalam
bidang politik ia berkeras bahwa pemerintah harus mengutamakan etika. Ia sangat
yakin bahwa bila p[enguasa menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat
bermoral, maka seluruh negeri akan cenderung kepadanya. Inilah jalan raja yang
sebenarnya. Ia berpendapat pemerintahan dari raja yang benar-benar bermoral
dicirikan dengan kemurahannya kepada rakyat. Pada kenyataannya mandat dari
langit yang merupakan dasar pembenaran bagi kekuasaan penguasa,
memanifestasikan dirinya hanya melaluio diterimanya penguasa oleh rakyat.
·
Xunzi
Tokoh
Xunzi sering dipandang sebagai salah satu titik ekstrem dari perkembangan
Konfusianisme. salah satu hasil permenungan yang menjadikan Xunzi terkenal
adalah teori tentang hakikat manusia. Berkebalikan dengan Mencius, Xunzi
menyatakan bahwa manusia pada hakiaktnya jahat. Dia menyatakan bahwa manusia
sejak lahir memiliki nafsu untuk mencari keuntungan pribadi dan kesenangan
inderawi tanpa memperhatikan orang lain.
Sejajar
dengan pandangannya bahwa manusia pada hakiaktnya adalah makhluk jahat, Xunzi
cenderung ke pendapat yang kedua yaitu bila dibiarkan bebas maka kehidupan sosial
akan diwarnai oleh perbenturan kepentingan yang mengakibatkan terjadinya
kekacauan. Menurut Xunzi penguasa adalah sebagi pengatur kehidupan
bermasyarakat agar rakyatnay hidup tertib , damai, tentram, dan bahagia.
Pentingnya kekuatan moral penguasa dalam suatu negara bertujuan agar kekuasaan
adalah untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat. Apabila seoarang penguasa
telah menyimpang dari k\hakikat kekuasaan, rakyat tidak lagi berkewajiban
memenuhi perintahannya. Penguasa yang menyimpang dipandang bukan sebagai
penguasa lagi, tetapi sekedar manusia yang dipenuhi ambisi pribadi. Oleh karena
itu Mencius, Xunzi menganjurkan rakyat agar mengadakan revolusi untuk
mengakhiri kekuasaan raja yang lalim.
C.
Legalisme
Aliran
hukum atau legalisme dalam historiografi Cina dikenal sebagai Fajia. Orientasi
aliran ini lebih bersifat kekinian. Hal itu berbeda dengan aliran filsafat Cina
pada umumnya yang menempatkan tipe ideal pemerintahan selalu pada masa lampau.
Kemungkinan besar penyebabnya adalah latar belakang kehidupan para tokohnya.
Tokoh-tokoh
legalisme merupakan teknokrat atau praktisi pada masa Dinasti Zhou sudah
mengalami kebangkrutan. Orientasi kekinian menjadikan pengikut aliran legalisme
tidak memiliki contoh pemerintahan di masa lalu. Untuk dikedepankan sebagi tipe
ideal. Mereka berpendapat setiap zaman mempunyai jiwa dan semangat
sendiri-sendiri yang tidak dapat dipersamakan. Oleh karena itu, sistem
pemerintahan yang diterapkanpun harus berubah-ubah untuk dapat menyesuaikan
diri dengan tuntutan sebagai akibat terjadinya perubahan zaman.
Pemikir
alirqan ini adalah Han feizi dan seorang negarawan ch’in terkemuka Li Ssu yang
keduanya merupakan pengikut Hsun-tzu. Gagasan legalitas diuaraikan dalam Han
fei tzu.
Legalis
yakni bahwa hukum dan hukuman yang keja, meskipun dibenci rakyat, akan membawa
tatanan dan keamanan yang mereka rndukan. Menurut legalis, waktu yang berbeda
membutuhkan cara yang berbeda. Bila rakyat bodoh dan egois dan birokrat
sepenuhnya tidak dapat di percaya maka penguasa tidak dapat bergantung pada kebajikan
moral mereka, tetapi semuanya harus dikontrol dengan ganjaran dan hukuman yang
didefinisikan secara jelas. Segala aspek kehidupan harus diatur agar
menghasilkan kemakmuran yang maksimum dan kemiliteran bagi negara.
D.
Buddhisme
Agama Buddha sudah menjadi
bagian dari filosofi Cina selama hampir 2000 tahun. Agama Budha masuk ke Cina
semasa Dinasti Han. Meskipun Buddha bukanlah merupakan agama asli, melainkan
pengaruh dari India, tetapi ajaran Buddha mempunyai pengaruh yang cukup berarti
pada kehidupan orang Cina.
Tema pokok ajaram
agama Buddha adalah bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (samsara).
Kejahatan adalah pangkal penderitaan. Manusia yang lemah, tidak berpengetahuan
(akan Buddhisme) akan sangat mudah terkena kejahatan dan sulit untuk membebaskan
diri dari penderitaan. Buddhisme masuk ke Cina kira-kira abad 3 Masehi, pada
masa pemerintahan dinasti Han.
Selain dewata-dewata
Buddhis, di dalam sistem kepercayaan rakyat Cina mengenal tiga penggolongan
utama dewata, yaitu:
·
Dewata penguasa alam semesta
yang mempunyai wilayah kekuasaan di langit. Para dewata golongan ini dipimpin
oleh dewata tertinggi yaitu Yu Huang Da Di, Yuan Shi Tian Sun, dan termasuk di
dalamnya antara lain dewa-dewa bintang, dewa kilat, dan dewa angin.
·
Dewata penguasa bumi yang
memiliki kekuasaan di bumi, walau sebetulnya mereka termasuk malaikat langit.
·
Dewata penguasa manusia, yaitu
para dewata yang mengurus soal-soal yang bersangkutan dengan kehidupan manusia
seperti kelahiran, perjodohan, kematian, usia, rezeki, kekayaan, kepangkatan
dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Pandangan berpikir orang Cina selalu mengembalikan hakekat
keharmonisan antara kehidupan “ langit” (alam gaib) dan kehidupan di bumi (alam
dunia nyata). Mereka percaya bahwa alam semesta ini sebagai akibat dari
inkarnasi kekuatan alam. Menurut dasar pikiran orang Cina, seluruh fenomena
alam itu dapat dibagi dua klasifikasi yaitu yang dan yin. “Yang” merupakan
prinsip dasar untuk laki-laki, matahari, arah selatan, panasnya cahaya (siang),
dan segala yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin” adalah suatu prinsip
seperti: wanita, bulan, arah utara, dingin, gelap (malam), dan segala yang
bersifat pasif.
Semua aliran pemikiran atau filsafat Cina membahas tentang
cara mengembangkan kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Konfusianisme
berpandangan bahwa masyarakat akn hidup damai apabila setiap pribadi
mengembangkan potensi kebaikannya melalui pendidikan dalam arti seluas-luasnya.
Daoisme berpandangan bahwa kedamaina justru akan hadir apabila manusia
mengurangi pemikiran dan tingkah lakunya atau wu wei. Legalisme berpandangan
bahwa kedamaian dan ketertiban tidak
dapat digantungkan pada moral, tetapi harus pada hukum positif yang mengandung
sansi berat. Mohisme berpandangan bahwa pengembangan hidup dengan melandaskan
kebermanfaatan semesta menjadi kunci bagi terbangunnya ketertiban dan kedamaian
hidup masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
H. Purwanta, Sejarah Cina Klasik,
Yogyakarta: Universitas Sanata Darma, 2009.
Agungs, Leo., Sejarah Asia Timur,
Surakarta: UNS Press, 2008.
Taniputera, Ivan., History Of China, Yogyakarta: Ar Russ Media, 2007.
J. Kerner, Robert., China, California:
University of California Presss Berkeley and Los
Angrles, 1951.
Tjoen Lay, Sie., Sedjarah Tiongkok,
djilid I, Bandung: Balai Pendidikan Guru.
Darini, Ririn., Sejarah Asia Timur Lama,
Yoyakarta, 2000.
http://uun-halimah.blogspot.com/2008/04/sistem-kepercayaan-orang-cina.html
di unduh tanggal 10 September 2012
pukul 15.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar