Ahli Waris Budaya Dunia :
Menjadi
Indonesia 1950-1965
Berdasarkan hasil bedah buku yang dilakukan tanggal 25
November 2011, buku ini ternyata menyajikan 18 tulisan
dari para penulis yang berbeda tentang aktivitas-aktivitas kebudayaan orang
indonesia antara tahun 1950 sampaai 1965. Tulisan dalam buku ini
dikelompokkan menjadi dua: Bagian I tentang aktivitas budaya Indonesia dengan
luar negeri yang membahas interaksi yang saling mempengaruhi antara pelaku budaya
Indonesia dengan luar negeri.
Bagian II tentang budaya dan bangsa yang membahas aktivitas budaya untuk
membentuk identitas kebersamaan
Buku
ini menjelaskan tentang proses tebentuknya identitas keindonesiaan dari
perspektif budaya pada tahapan politik paling dini ketika institusi negara baru
saja terbentuk. Dalam buku ini penulis mencoba melihat indonesia di luar jawa
ataupun jakarta. Serta mencoba melihat periode 1950an-1960an dengan cara keluar
dari blokade bingkai peristiwa tragis 30 September 1965. Itu adalah suatu
terobosan penting dari Historiografi Indonesia. Karena selama ini sejarah
Indonesia setelah Perang Dunia II ditulis dengan acuan pada dua momen besar
yaitu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan G30S/PKI. Selain itu para penulis juga menelusuri aktivitas
budaya di luar bidang kesusastraan.
Tulisan-tulisan
dalam buku ini menegaskan bahwa menjadi Indonesia bukanlah sebuah proses
tunggal dan soliter. Dia tidak tunggal karena melibatkan banyak aspek selain
politik dan ekonomi. Aspek budaya menjadi salah satu pilar penting pembentukan
jati diri keindonesiaan itu.
Buku
Ahli
Waris Budaya Dunia : Menjadi
Indonesia 1950-1965 di dalamnya berisi ulasan-ulasan
yang berisi tentang benturan wacana politik dan kebudayaan yang terjadi pada
masa sebelim Revolusi Agustus 1945. Kalau sebelumnya benturan seputar bagaimana
jalan untuk mengusir penjajah, maka setelah Revolusi Agustus adu gagasan
berpusat pada pandangan apakah Revolusi sudah selesai atau belum.
Humanisme Universal sudah lama dikembangkan di
Indonesia. Dengan ideologi estetika yang dibangun atas rumusan sekularisme,
individualisme, dan komitmen terhadap kesetaraan untuk mewujudkan kemanusiaan
universal, maka mereka berhadapan dengan
kelompok komunis dengan realisme sosialismenya. Perang wacana antara Humanisme
Universal dengan sosialis mewarnai arena kebudayaan Indonesia tahun 1950-1965.
Kedua pihak dengan argumen masiing-masing berusaha memenangkan kesadaran
rakyat.semua saluran yang ada digunakan untuk berhadap-hadapan konsep dan
gagasan. Salah satunya adalah lewat proyek penerjemahan. Ada du apenerbit
dengan kutub politik yang berbeda yaitu yayasan pembangunan dan yayasan
pembaharuan. Yayasan pembangunan merupakan penerbitan yang di komandani oleh
Roh Nieuwenhuis. Penerbitan ini mempunyai dua program, yaitu menampilkan
karya-karya Indonesia pada pembaca Eropa dan membanjiri masyarakat Indonesia
dengan bacaan-bacaan dari Barat yang sesuai dengan gagasan Humanisme Universal.
Sementar yayasan pembaharuan melakukan yang sebaliknya. Masing-masing kubu berusaha
menampilkan jagoannya untuk menarik perhatian rakyat, sehingga dunia
intelektual Indonesia riuh rendah dengan berbagai gagasan.
Buku ini secara luas sudah memberikan
penjelasan tentang proses menjadi Indonesia. Kelebihan dari buku ini adalah
dari cara pandangnya dan dari cara kerjanya. Dari cara pandangnya buku ini
menggunakan perspektif dari luar jawa atau jakarta, melihat periode
1950an-1960an dengan cara keluar dari blokade bingkai peristiwa tragis 30
September 1965 dan mencari alternatif dengan sastra sebagai proses tunggal
menjadi Indonesia pada waktu itu. Sementara dari cara kerjanya, buku ini
ditulis melalui seni yang digunakan sebagi analisis kelas sosial.
Sementara kekurangan dari buku ini
adalah msih kaburnya ulasan atas keterlibatan rakyat dalam aktivitas budaya
yang dikaji, dan kaburnya pembentukan identitas sebagai proses budaya yang
terbebas dari ideologi politik. Serta kurangnya pembahasan tentang keterlibatan
tentara ( A ngkatan Darat ) dalam berbagai benturan tersebut. Padahal pada
periode 1950-1965 tentara mempunyai peran yang penting. Dengan doktrin Dwi
Fungsi mereka merambah berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Buku Ahli Waris Budaya Dunia : Menjadi Indonesia 1950-1965
mengajak kita pada masa ketika gagasan dan wacana
masih dihargai. Ditengah hingar-bingar politik, benturan tersebut terjadi
secara wajar. Sayang, masa itu dipupus oleh Kelahiran Orde Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar