Historiografi Kolonial
merupakan sebuah penulisan Sejarah yang terjadi pada waktu terjadinya
kolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Salah satu contoh historiografi kolonial
Indonesia adalah History Of Sumatra
karya William Marsden pada tahun 1783 yang kemudian diterjemahkan menjadi
Sejarah Sumatra oleh Komunitas Bambu.
William Marsden
memulai pengamatannya pada tahun 1771. Ia melakukan pengamatan dan berhasil
mengungkapkan hal-hal yang belum pernah terungkap sebelumnya. Marsden bukanlah
orang Eropa pertama yang mengunjungi Sumatra pada masa itu, beberapa penjelajah
dari berbagai negara lain juga pernah singgah sejenak di pulau Sumatra, akan
tetapi catatan perjalanan Marcopolo tidak secara detail mendeskripsikan Sumatra
sebagaimana dilakukan oleh Marsden. Karya dari William Marsden tersebut
merupakan sebuah prestasi besar dalam mengkaji wilayah-wilayah asing di luar
benua Eropa. Tulisan Marsden tentang Sumatra merupakan sebuah
karya besar pada abad ke-18 yang ditulis berdasarkan hasil riset dan observasi yang
sudah tergolong canggih apabila meninjau kurun waktu dimana ia hidup.
Setelah membaca buku Sejarah Sumatra
ini, Kita bisa membagi inti dari buku tersebut dalam 6 kelompok yaitu :
a. Bab 1 : Menceritakan
tentang karakteristik geografis wilayah Sumatra, mulai dari udara, metereorologi,
iklim, kondisi tanah dll.
b. Bab 2-4 : Menceritakan
tentang penduduk dan kehidupan sosiologi-antropologis masyarakat Sumatra pada
masa itu.
c. Bab 5-8 : Menceritakan
tentang flora dan fauna serta komoditi pertambangan yang terdapat di Sumatra.
d. Bab 9-15 : Menceritakan
tentang kebudayaan, hukum, adat istiadat dan tata perilaku masyarakat Sumatra
pada masa itu.
e. Bab 16-21 :
Menceritakan
tentang perbedaan
penduduk atar daerah hingga sejarah kerajaan-kerajaan di Sumatra.
f. Bab 22 :
Mulai menceritakan tentang awal Kolonialisasi.
g. Bab 23 :
Menceritan tentang pulau-pulau lepas pantai pesisir barat Sumatra.
Berdasarkan buku Sejarah
Sumatra tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri historiografi kolonial
Indonesia yaitu:
1. Pengumpulan
sumber dilakukan dengan cara melakukan riset dan wawancara.
Pengumpulan
sumber dilakukan dengan cara observasi yang dilakukan oleh William Marsden
sendiri dan dengan mewawancarai pejabat-bjabat EIC yang
telah memiliki hubugan panjang dengan masyarakat asli. Sehingga pemaparan akan
fakta-fakta yang terdapat didaerah Sumatra sangat mencolok. Seperti yang telah
dijelaskan oleh Marsden dalam pengantar penulis,
“ Kredibilitas
hasil penelitian ini tidak usah diragukan lagi karena sebagian besar yang saya
sampaikan berasal dari hasil observasi saya sendiri, sedangkan sisanya
merupakan pengetahuan umum bagi penduduk lokal pulau atau hasil percakapan
dengan pejabat-pejabat EIC yang telah memiliki hubungan panjang dengan
masyarakat asli”. (William Marsden, 2013: xxix)
2. Bentuk
tulisannya deskriptif.
Dalam
menjelaskan tentang kondisi daerah Sumatra William Marsden memaparkan secara
rinci, detail dan akurat sehingga mampu memberi gambaran umum tentang kajian
geografis, demografi, sosiologi, antropologi, budaya dan sejarah masyarakat
Sumatra. Misalnya kehidupan sosiologi masyarakat, adat istiadat dan hukum adat,
ritus perkawinan, tradisi, perbedaan penduduk hingga sejarah kerajaan-kerajaan
di Sumatra dari kerajaan Minangkabau, kerajaan-kerajaan Tepi Sungai, kerajaan
di Batak dan kerajaan di Aceh. (William Marsden, 2013:255-486)
3. Membahas
tentang kondisi daerah Sumatra bagi kepentingan kolonialisme.
Para
penjelajah Eropa tidak mungkin melakukan misinya tanpa mengenal karakteristik
dan orang-orang yang akan mereka jumpai melalui pengalaman dari kontak
langsung. Oleh karena itu penulisan buku sejarah Sumatra tidak lepas dari
tujuan-tujuan eksploitatif perusahaan dagang Inggris, khususnya di wilayah
pantai Barat Sumatra. Tulisan Marsden mengenai Sumatra tidak dapat dilepaskan
dari usaha-usaha untuk memuluskan imperialisme Inggris di daerah koloninya. Pada
Bab ke 5-8, Marsden juga menggambarkan berbagai hasil potensi alam untuk
komoditas dagang seperti lada, damar, buah-buahan khas Sumatra dan lain-lain.
Kekayaan alam Sumatra bukan hanya dihasilkan dari macam-macam flora dan
faunanya yang berasal dari hutan, kekayaan dari hasil pertambangan berupa emas,
timah, tembaga, bijih besi dan lain-lain adalah objek dari tujuan-tujuan
eksploitatif bagi upaya kolonialisasi diwilayah tersebut. (William Marsden,
2013:103-202)
Dalam bukunya, Marsdem mengatakan
“Saat dibawa ke pemukiman Inggris, emas awalnya dibeli dengan harga 18 dolar
Spanyol atau 3 pound 5 shilling per ons, lalu kemudian naik
menjadi 21 dolar atau 3 pound 18 shilling per ons”. (William Marsden, 2013:195)
4. Menggunakan
subjektifitas orang eropa atau Eropa-sentris dan cenderung rasial.
Bisa
dilihat pada pandangan superioritas William Marsden sebagai orang yang datang
dari Eropa. Masyarakat Eropa menganggap dirinya adalah bangsa paling beradab
dimuka bumi. Pada Bab ke 11, Marsden membagi tatanan masyarakat kedalam 5 tingkatan.
Di tingkat pertama, ia menempatkan masyarakat Republik Yunani kuno pada era
kejayaan mereka; bangsa Romawi sebelum dan sesudah zaman Augustus; Prancis,
Inggris dan negara-negara terkemuka lainnya di Eropa pada abad-abad belakangan;
serta mungkin bangsa Cina. Kemudian posisi orang Sumatea yang paling beradab
berada dikelas ketiga, sedangkan sisanya berada dikelas keempat. (William Marsden,
2013:239)
5.
Sudah mulai muncul cerita yang berpusat pada tokoh
wanita.
Berbeda
dengan historiografi tradisional yang berpusat pada tokoh-tokoh pria, pada
historiografi kolonial ini tokoh wanita mulai di ekspose, seperti yang
dijelaskan oleh Marsden berikut ini:
“...karena
tidak ada pewaris tahta laki-laki, Taju-al-alum secara damai menggantikannya
sebagai kepala negara dan menjadi ratu (sultanah) pertama Achin.” Kesuksesan seorang
wanita menjadi pemimpin tersebut berlanjut selama hampir 60 tahun mengikuti
garis keturunan wanita, yang bisa dianggap sebagai era baru dalam sejarah
Indonesia. (William Marsden, 2013:239)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar