Kamis, 28 November 2013

FILSAFAT SEJARAH ARNOLD J. TOYNBEE ( 1889-1975 )

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
    Arnold J. Toynbee adalah seorang sarjana inggris yang mampu menggambarkan sejarah  dengan tulisannnya yang berjudul “ A Study Of History” buku tersebut seluruhnya berisi 12 jilid dan merupakan hasil penyelidikan dari 21 kebudayaan yang sudah sempurna. Misalnya Yunani-Romawi, Maya (Amerika Serikat) dan lainnya.
Berdasarkan penyelidikan tersebut sampailah pada kesimpulan bahwa tidak ada hukum tertentu. Akibat tidak ada kekuatan yang mengatur dan menguasai kebudayaan. Demikian pula di kemukakan oleh Arnold J. Toynbee bahwa seluruh kebudayaan itu  sama dengan civilization yang artinya wujud dari seluruh kehidupan. Sedang gerak sejarah menurut Arnold J. Toynbee  berjalan melalui tingkatan-tingkatan yaitu; lahirnya kebudayaan, perkembangan kebudayaan dan runtuhnya kebudayaan.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana riwayat hidup Arnold J. Toynbee?
2.    Bagaimana hasil pemikiran Arnold J. Toynbee?
3.    Bagaimana respon terhadap karya Arnold J. Toynbee?

C.    Tujuan
1.    Mengetahui riwayat hidup Arnold J. Toynbee.
2.    Mengetahui hasil pemikiran Arnold J. Toynbee.
3.    Mengetahui respon terhadap karya Arnold J. Toynbee.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Riwayat Hidup Arnold J. Toynbee
    Arnold J. Toynbee lahir pada 14 April 1889 di London. Arnold Joseph Toynbee adalah anak dari Henry Valpy Toynbee, seorang pengimpor teh yang beralih menjadi pekerja sosial, dan Sarah Edith Marshall, sarjana unofficial di bidang sejarah dari Universitas Cambridge. Semasa kecil, Toynbee dididik oleh ibunya dan seorang guru privat perempuan. Kemudian dia meneruskan ke Wotton Court di Kent dan Winchester College. Dia cemerlang dalam studinya, dan mendapatkan beasiswa untuk disiplin sastra Yunani dan Romawi Kuno ke Balliol College, Oxford. Ketika menggeluti sastra Yunani dan Romawi kuno.
Toynbee merupakan penulis besar, menghasilkan karya yang tidak terhitung jumlahnya tentang agama, sejarah kuno dan modern, peristiwa kontemporer, dan hakekat sejarah. Setelah menamatkan studinya pada tahun 1912, Toynbee menjelajahi situs-situs sejarah di Yunani dan Itali. Ia mempunyai harapan mampu membantu murid-muridnya 'mengenal keragaman kehidupan dan peradaban', tak seorang pun dari mereka mampu memenuhi harapan sang guru. Dia kemudian mengalihkan energinya untuk melakukan sesuatu yang kemudian menjadi pekerjaan seumur hidupnya: menulis.
 Toynbee mulai menulis sebuah buku tentang sejarah Yunani dari masa prasejarah sampai masa Bizantium, namun sebelum buku tersebut selesai dia terganggu oleh peristiwa yang terjadi di masanya, seperti Perang Balkan pada 1912 dan 1913. Ia juga pernah ditugasi oleh British (kini Royal) Institute for International Affairs untuk menulis sebuah buku hasil riset lama dan mendalam tentang paeristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak Perjanjian Versailles. Buku tersebut, Surveys of International Affairs 1920-1923 (1925), menjadi buku hasil survey mendalam pertama yang dia hasilkan sampai dia pensiun pada tahun 1953.
Tiap tahun, Toynbee berusaha mengabadikan banyak informasi (kebanyakan dari sura kabar) lewat catatan-catatan tentang peristiwa kontemporer di seluruh dunia. Dia juga mulai mengumpulkan bahan-bahan buat karyanya yang kemudian terkenal: A Study of History  (12 Jilid, 1934-1961). Keilmuan sejarah kontemporer, menurut Toynbee, kurang sempurna sebab para sejarawan Eropasentris, meniru saintis, dan melakukan riset tentang topik-topik kecil yang sepele. Menurut Toynbee, yang gagal mereka mengerti adalah bahwa alam semesta menjadi bisa dipahami sejauh kia memahaminya sebagai sebuah kesatuan. Dalam semangat itu, Toynbee bermaksud mempelajari seluruh peradaban yang dikenal, yang masih ada maupun yang sudah punah. Dalam sejumlah besar detail sejarah, menurutnya, sebuah pola bisa diungkap dan diketahui.

B.    Hasil Pemikiran Arnold J. Toynbee
1.    Pemimpim Kreatif
Satu dari ide-ide dasar falsafah Toynbee adalah peran yang dimainkan oleh kreatifitas pemimpin. Dalam masyarakat manapun orang-orang yang kreatif selalu dalam kelompok kecil, dan tindakan para genius terhadap masyarakat umum terlaksana melalui semacam latihan sosial di kalangan orang kebanyakan dengan cara meniru-niru saja. salah satu gejala kerusakan sosial dan penyebab-penyebab kerusakan sosial adalah merosotnya minoritas yang memimpin.
Tugas pemimpin kreatif dalam masyarakat adalah memainkan peranan sebagai penakluk yang menghadapi tantangan dengan tanggapan yang memberikan harapan dan menjanjikan. Dalam masyarakat yang runtuh, ia diminta untuk memainkan sebagai ratu adil atau juru selamat yang turun untuk menyelamatkan masyarakat yang telah gagal menghadapi tantangannya. Para penyelamat ini, yang bangkit dari kalangan miskin dalam suatu masyarakat yang runtuh, memiliki empat macam pilihan untuk menyelamatkan masyarakatnya. Pertama, mereka yang mencoba mencari tempat pelarian ke masa silam, disebut golongan arkais. Kedua, mereka yang membangun gambaran khayali ke masa depan dan berusaha menyelamatkan dari kondisi yang sekarang dengan membawanya kea rah masa depan yang ideal, disebut golongan Futuris. Ketiga, mereka yang melarikan diri dari kenyataan sekarang dengan jalan pelepasan; tampil sebagai seorang filosof yang bersembunyi di balik topeng raja. Keempat, mereka yang mengikuti perubahan ujud bagaikan dewa yang menjelma manusia.
2.    Perkembangan Fase Peradaban
    Peradaban cenderung menempuh dan melewati empat fase: masa pertumbuhan, masa sukar, sebuah negeri bersama, dan peralihan atau kehancuran. Faktor penting dalam paradaban pada 'masa pertumbuhan' adalah apa yang dia sebut dengan 'tantangan dan jawaban'. Secara singkat, jika sebuah 'masyarakat primitif' ingin tumbuh menjadi sebuah 'peradaban', ia harus tertantang. Ini serupa dengan ' seorang pemanjat yang belum mencapai titik di atasnya sedangkan dia ingin sekali mencapainya... maka dia harus terus memanjat untuk mencapainya, kecuali kalau ajal keburu menjemputnya. Tantangan pada fase ini, tegas Toynbee, datang dari unsur-unsur eksternal seperti iklim dan kondisi daerah.
Kesulitan yang dihadapi peradaban pada 'masa sukar', sebaliknya, disebabkan oleh problem-problem internal seperti perhatian yang berlebihan pada masa lalu atau masa depan, nasionalisme, peniruan terhadap respon yang diambil peradaban lain (mimesis), pengidolaan terhadap tokoh, teknik, atau lembaga, rasa puas diri terhadap prestasi atau capaian masa lalu, dan ketiadaan kreativitas secara umum. Inilah alasan mengapa Toynbee menegaskan bahwa kematian sebuah peradaban adalah soal kematian bunuh diri. Pada fase ini, perang demi perang meletus dan sebuah negeri bersama didirikan oleh 'minoritas dominan'. Perdamaian tercapai, begitu pula kesejahteraan jangka-pendek, namun harapan-harapan untuk menjadi peradaban suram.
Meskipun Toynbee tidak seyakin Oswald Spengler bahwa peradaban Barat tengah merosot, namun dia yakin bahwa ia sedang memperlihatkan sejumlah 'kecenderungan bunuh diri': pemujaan terhadap teknologi; proliferasi senjata nuklir; konflik terus-menerus; nasionalisme; konsumerisme ekstrem; kerakusan; kurangnya perhatian pada negeri-negeri sedang berkembang; egosentrisme.
3.    Agama dan Peradaban
Agama tidak lagi dapat dianggap sebagai tanggapan manusia terhadap tantangan sosial. Tujuan utama agama tidak lagi untuk mendukacitakan kematian atau menolong kelahiran peradaban. Peradaban itu muncul, hadir, berdiri hanya untuk menghasilkan agama. Agama tidak langsung memusatkan usaha penciptaan suatu peradaban, meskipun peradaban dipengaruhi oleh ajaran-ajaran agama, taraf-tarafnya tergatung pada keluasan dan kedalamannya. Peradaban tidaklah terlalu perlu bagi agama, meskipun agama mungkin telah melahirkan peradaban.
'Gereja Universal', menurut Toynbee, menggantikan masyarakat dan peradaban primitif. Dalam jenis masyarakat ini --dicirikan oleh kasih sayang dan kemampuan beragi-- para individu berhubungan erat dengan 'realitas spiritual mutlak', atau apa yang sebelumnya dia sebut Tuhan. Dalam sudut pandang baru sejarah sebagai kemajuan spiritual inilah Toynbee mengubah pandangannya tentang peradaban.
4.    Kehancuran Peradaban
Memburuknya peradaban adalah proses tiga tahap yang melibatkan tiga kelompok orang: minoritas dominan, proletariat internal, dan proletariat eksternal. Istilah proletariat yang dimaksudkan Toynbee adalah sebagai 'unsur atau kelompok yang lantaran beberapa kondisi 'berada dalam' namun 'bukan bagian' masyarakat tertentu pada fase tertentu sejarah masyarakat tersebut. 'Minoritas dominan', tegas Toynbee, adalah para individu yang memperoleh kekuasaan pada 'masa pertumbuhan' lantaran keberhasilan mereka merespon tantangan. Pada 'masa sukar' mereka berusaha memelihara kekuasaan mereka. Untuk memelihara dominasi, beberapa individu untuk menarik diri dari masyarakat dan menjadi 'proletariat internal. Agamalah kontribusi yang ditawarkan oleh internal proletariat ketika mereka kembali ke masyarakat.
        Beberapa tingkatan runtuhnya kebudayaan:
a.    Kemerosotan kebudayaan
    Kemerosotan kebudayaan itu terjadi jika golongan minoritas  sudah kehilangan daya ciptanya, jikalau sudah dalam keadaan yang demikian, maka golongan mayoritas  tidak mau lagi mengikuti  jejak selaku  golngan minoritas. Selanjutnya segala peraturan didalam kebudayaan itu  hubungan antara mayoritas dan minoritas pecah berantakan. Keadaan yang semacam ini dapat menyebabkan tunas-tunas   kebudayaan yang semestinya masih adapat tumbuh dan berkembang lenyap sama sekali.
b.    Kehancuran kebudayaan
Hancurnya kebudayaan itu akan tampak  jika tunas-tunas kebudayaan itu mati sama sekali yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri. Maka daya dan gairah hidupmenjadi beku yang menyebabkan  itu tidak mempunyai jiwa lagi. Arnold J. Toynbee meyebetkan keadaan yang semacam ini sebagai pembatuan dimana semua unsur-unsur  kebudayaan mejadi batu atau fosil.
c.    Lenyapnya kebudayaan
Lenyapnya kebudayaan  itu terjadi jika tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur dan lenyap sama sekali.



C.    Respon Terhadap Karya Toynbee
Penerimaan terhadap A Study of History, begitupun isi buku tersebut, berubah berkali-kali seiring berubahnya waktu. Jilid 1-3, dan pada taraf yang lebih rendah jilid 4-6, disambut baik oleh para akademikus Inggris. Namun, setelah penerbitan volume 7, popularitasnya di kalangan sarjana mulai memudar. Peringatan Toynbee akan gejala-gejala bunuh diri Barat dan seruannya pada Amerika Serikat untuk mengambil tindakan terhadap urusan-urusan internasional menimbulkan perhatian khalayak.
Ringkasan pemikiran dan isei-esei muncul di banyak koran dan majalah, dan Toynbee digembar-gemborkan sebagai nabi. Ide-idenya juga populer di kalangan para penulis fiksi-sains seperti Isaac Asimov, Charles Harness, dan Ray Bradbury. Bahkan ketika ide-idenya kehilangan populariasnya di Amerika Serikat, reputasinya tumbuh di belahan dunia lain yang lain seperti Jepang.
Banyak sarjana berkesimpulan bahwa pernyataan-pernyataan Toynbee berpijak pada bukti yang tidak meyakinkan, dan bahkan keliru. Toynbee telah dikritik oleh sejarawan lain, pada umumnya, kritik telah ditujukan pada penggunaan nya mitos dan metafora sebagai sebanding dengan data faktual dan pada tingkat kesehatan argumen umum mengenai naik turunnya peradaban, yang bergantung terlalu banyak pada pandangan agama sebagai kekuatan regeneratif. Banyak kritikus mengeluh bahwa ia mencapai kesimpulan-orang dari seorang moralis Kristen daripada yang dari sejarawan. Sarjana yang lain berpendapat bahwa konsep dia tentang 'peradaban', 'tantangan dan respons', dan sebaginya sangat tidak jelas dan tidak memadai jika harus diterapkan pada hampir seluruh keadaan. Karyanya, bagaimanapun, telah dipuji sebagai jawaban merangsang kecenderungan mengkhususkan penelitian sejarah yang modern.









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Arnold J. Toynbee mengarang buku A Study of History tahun 1933. Kesimpulan Toynbee ialah bahwa gerak sejarah tidak terdapat hukum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-keudayaan dengan pasti. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee ialah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah berjalan menurut tingkatan-tingkatan seperti berikut :
1.    Genesis of civilizations, yaitu lahirnya kebudayaan
2.    Growth of civilizations, yaitu perkembangan kebudayaan
3.    Decline of civilizations, yaitu keruntuhan kebudayaan
    Beberapa tingkatan runtuhnya kebudayaan:
1.    Breakdown of civilizations, yaitu kemerosotan kebudayaan
2.    Disintegration civilization, yaitu kehancuran kebudayaan
3.    Dissolution of civilization, yaitu hilang dan lenyapnya kebudayaan
    Namun banyak sarjana berkesimpulan bahwa pernyataan-pernyataan Toynbee berpijak pada bukti yang tidak meyakinkan, dan bahkan keliru. Toynbee telah dikritik oleh sejarawan lain, pada umumnya, kritik telah ditujukan pada penggunaan nya mitos dan metafora sebagai sebanding dengan data faktual dan pada tingkat kesehatan argumen umum mengenai naik turunnya peradaban, yang bergantung terlalu banyak pada pandangan agama sebagai kekuatan regeneratif. Sarjana yang lain berpendapat bahwa konsep dia tentang 'peradaban', 'tantangan dan respons', dan sebaginya sangat tidak jelas dan tidak memadai jika harus diterapkan pada hampir seluruh keadaan. Karyanya, bagaimanapun, telah dipuji sebagai jawaban merangsang kecenderungan mengkhususkan penelitian sejarah yang modern.






DAFTAR PUSTAKA

Ajat Sudrajat. 2013. Filsafat Sejarah. Yoyakarta: FIS UNY.
Munzir Hitami dan Fuad Mustafid.  2009. Revolusi Sejarah Manusia. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS).
http://en.wikipedia.org/wiki/Arnold_J._Toynbee diakses tanggal 09 September 2013 pukul 18.20 WIB.
http://www.zenker.se/Books/toynbee.shtm diakses tanggal 09 September 2013 pukul 19.20 WIB.
http://serbasejarah.wordpress.com/2011/11/10/aksi-sejarah diakses tanggal 13 September 2013 pukul 11.30 WIB.
http://ahmadfatoniofficial.wordpress.com/2010/05/11/arnold-toynbee diakses tanggal 13 September 2013 pukul 13.20 WIB.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar