Jumat, 29 November 2013

SISTEM RELIGI DI CINA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Menurut dasar pikiran orang Cina, seluruh fenomena alam itu dapat dibagi dua klasifikasi yaitu yang dan yin. “Yang” merupakan prinsip dasar untuk laki-laki, matahari, arah selatan, panasnya cahaya (siang), dan segala yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin” adalah suatu prinsip seperti: wanita, bulan, arah utara, dingin, gelap (malam), dan segala yang bersifat pasif.
Taoisme merupakan ajaran pertama bagi orang Cina yang dikemukakan Lao tze, ia amat kecewa akan kehidupan dunia, sehingga ia memutuskan untuk pergi mengasingkan diri dengan tidak mencampuri urusan keduniawian. Ia kemudian menulis kitab Tao Te Ching yang kelak menjadi dasar pandangan ajaran Taoisme
Pada masa hidup Konfusius negaranya sedang mengalami kekacauan. Berbagai penyimpangan dilakukan oleh pemerintah, disintegrasi negara, pemberontakan, dan terjadi begitu banyak kejahatan, serta banyak orang yang hidup tanpa aturan yang jelas. Kondisi sosial China pada saat itu menunjukkan ketidakteraturan, degradasi moral dan anarki intelektual.
Legalis yakni bahwa hukum dan hukuman yang kerja, meskipun dibenci rakyat, akan membawa tatanan dan keamanan yang mereka rindukan. Menurut legalis, waktu yang berbeda membutuhkan cara yang berbeda.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana sistem kepercyaan orang Cina?
2.      Apa saja aliran filsafat yang ada di Cina?
3.      Siapa saja tokoh-tokoh pemikir Cina?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui sistem kepercyaan di Cina.
2.      Mengetahui aliran filsafat yang berkembang di Cina.
3.      Mengetahui tokoh-tokoh pemikir Cina.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sistem kepercayaan masyarakat Cina
Pada dasarnya pandangan berpikir orang Cina selalu mengembalikan hakekat keharmonisan antara kehidupan “ langit” (alam gaib) dan kehidupan di bumi (alam dunia nyata). Mereka percaya bahwa alam semesta ini sebagai akibat dari inkarnasi kekuatan alam. Menurut dasar pikiran orang Cina, seluruh fenomena alam itu dapat dibagi dua klasifikasi yaitu yang dan yin. “Yang” merupakan prinsip dasar untuk laki-laki, matahari, arah selatan, panasnya cahaya (siang), dan segala yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin” adalah suatu prinsip seperti: wanita, bulan, arah utara, dingin, gelap (malam), dan segala yang bersifat pasif.
Kedua prinsip yin dan yang ini merupakan nafas dan kekuatan yang dilambangkan dalam bentuk lingkaran yang dibagi dalam dua bagian dengan garis yang saling melingkar yang memisahkan yang dan yin. Bulatan melambangkan prinsip alam semesta, dimana alam semesta ini terwujud oleh karena kedua prinsip kesatuan antara yang dan yin. “Yang” merupakan daya cipta suatu sifat Tuhan yang memberi gerakan dan hidup kepada sesuatu. “Yin” bersifat bahan atau zat yang diberi kemampuan menerima “yang”, sehingga terjadilah hidup dan bergerak. Dengan kata lain, “yang” bersifat memberi dan memperbanyak, sedangkan “yin” bersifat menerima dan menyimpan. Adanya kesatuan hidup ini terjelmalah fenomena alam semesta seperti: air, kayu, bumi, dan makhluk hidup di dalamnya.
Penciptaan dan pergerakan kesatuan yang dan yin tunduk dan mengikuti hukum tata kehidupan alam semesta, sehingga dengan demikian bergerak dengan teratur dan berirama. Ritme ini mengisi dan mengatur setiap ruangan di alam semesta ini seperti jalannya matahari, bintang, bulan, pergantian musim, dan lain-lain. Ritme ini disebut tao yaitu bagaimana sesuatu di dunia itu dijadikan dan jalan bagaimana orang harus mengatur hidup.

B.     Aliran fisafat-filsafat Cina
a.      Taoisme
Taoisme merupakan ajaran pertama bagi orang Cina yang dikemukakan Lao tze. Ia dilahirkan di Provinsi Hunan pada tahun 604 SM. Dikisahkan, Lao tze merasa amat kecewa akan kehidupan dunia, sehingga ia memutuskan untuk pergi mengasingkan diri dengan tidak mencampuri urusan keduniawian. Ia kemudian menulis kitab Tao Te Ching yang kelak menjadi dasar pandangan ajaran Taoisme. Tao berarti “jalan” dan dalam arti luas yaitu realitas absolut, yang tidak terselami, dasar penyebab, dan akal budi. Kitab Tao Te Ching memuat ajaran bahwa seharusnya manusia mengikuti geraknya (hukum alam) yaitu dengan menilik kesederhanaan hukum alam. Dengan Tao manusia dapat menghindarkan diri dari segala keadaan yang bertentangan dengan irama alam semesta. Taoisme diakui sebagai suatu pre-sistematik berpikir terbesar di dunia yang telah mempengaruhi cara berpikir orang China. Menurut Lao Tzu manusia harus menyerah kepada Tao.
Kunci untuk menyatu dengan Tao adalah Wu Wei yaitu “tidak melakukan apapun”. Filsafat Tao mengajarkan pada orang agar mau menerima nasib. Orang harus dijauhkan dari keinginan politik untuk berpengetahuan dan berpendidikan. Dalam bidang politik keadaan yang paling baik adalah tidak ada pemerintahan, karena memerintah berarti berbuat, berbuat berarti menentang Tao. Dengan demikian ajaran Tao termasuk paham yang pesimis.
Pada zaman pertengahan Dinasti Han muncul seorang yang bernama Zhang Dao-ling, yang juga menulis kitab Tao. Begitu besar pengaruhnya hingga pada akhirnya ajaran-ajarannya menjadi dasar dari agama Tao yang kemudian disebut Tao-Jiao. Di dalam penerapannya, aliran mereka berbeda dengan ajaran Tao yang dilontarkan oleh Lao Tze. Jika Lao Tze mengajarkan hidup selaras dengan alam, Tao-Jiao justru mengajarkan upaya untuk menentang kehendak alam. Usaha ini mereka lakukan dengan jalan melakukan tapa untuk hidup abadi, membuat jimat-jimat dan kias guna menolak pengaruh jahat, sakit, penyakit, dan sebagainya. Dalam prakteknya, perwujudan ajaran Tao-Jiao antara lain berupa atraksi-atraksi seperti berjalan di atas bara api, memotong lidah, dan perayaan-perayaan tertentu.
b.      Konfusianisme
Konfusianisme merupakan nama aliran yang diambil dari nama seoarang tokoh pemikir, yaitu konfusius. Konfusius lahir pada tahun 551 SM di sebuah Negara kecil, Lu, yang terletak di daerah yang sekarang dikenal sebagai Propinsi Shantung di China bagian timur. Dia di anggap sebagi peletak dasar ajaran Konfusianisme. Muridnya cukup banyak dan berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Di antara para pengikutnya terdapat dua tokoh yang terkenal, yaitu Xunzi dan Mengzi (Mencius).
·   Konfusius
Konfusius atau Kung Fu-tze mulai dikenal orang Cina melalui pemikiran-pemikirannya yang cemerlang yang dilontarkan pada zaman Chou Timur (770-221 SM). Konfusius merupakan moralis besar pertama di Cina. Ia mencoba untuk membuat tatanan dengan mengajak oang untuk mengikuti pusat harmoni atau makna emas dalam semu tindakan mereka. Dasar dari sistem Konfusianisme adalah kepatuahan anak atau loyalitas keluarga. Konfusius percaya bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik, tetapi diperlukan kontrol diri dari nafsu agar tidak timbul perbuatan jahat. Konsep dasarnya pada bidang politik adalah bahwa pada pemerintahan yang baik berdasarkan pada masalah moral. Konfusianisme adalah humanisme, tujuan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan manusia dalam hubungan yang harmonis dengan masyarakatnya.
Manusia ideal menurut konfusius adalah Chun Tzu yaitu manusia yang berada pada derajat yang paling tinggi yang memiliki kebijaksanaan dan budi luhur, yang dalam dirinya tercermin keteguhan (chih), keadilan (i), kesetiaan (chung), altruis (shu), dan yang terpenting: rasa cinta dan kemanusiaan (jen), berbudaya (wen), dan pemahaman etika sopan santun dan kepedulian sosial (li).
Secara praktis ajaran Konfusius dapat disimpulkan menjadi tiga pokok yaitu:
§  Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)
Konfusius mengajarkan keyakinan kepada pengikutnya bahwa Thian atau Tuhan menjadi awal atas sumber kesadaran alam semesta dan segalanya. Ia menekankan bahwa amat perlu untuk melakukan sembahyang korban terhadap Thian.
§  Pemujaan terhadap leluhur
Pemujaan terhadap leluhur adalah menolong seseorang untuk mengingat kembali asal-usulnya. Sebagian besar aktifitas rumah tangga dalam keluarga Cina selalu berhubungan dengan roh leluhur. Salah satu fungsi utama dalam keluarga adalah melakasanakan pemujaan terhadap leluhur.
§  Penghormatan terhadap Konfusius
Bagi orang Cina merupakan kewajiban mereka untuk menghormati Konghuchu yang mereka anggap sebagai guru besar seperti halnya penghormatan terhadap orang tua. Konghuchu dianggap telah berjasa dalam mengajarkan dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih terus diterapkan. Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan masyarakat Cina membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak ditujukan kepada manusia sebagai makhluk hidup.
·   Mencius
Dalam kitab berbahasa Cina, Mencius dikenal dengan nama Mengzi atau Guru Meng. Mencius merupakan salah seorang murid Konfusius. Selain meneruskan ajaran-ajaran Konfusius, ia juga mengajarkan tentang demokrasi. Menurut pendapatnya, dalam suatu negara mak rakyatlah yang paling utama (Mein Wei Kuei). Menurut Mencius, pada dasarnya manusia itu baik. Kebaikan dasar ini dapat dikembangkan melalui kehalusan budi pekerti dalam dirinya sendiri dan dengan pendidikan.
Dalam bidang politik ia berkeras bahwa pemerintah harus mengutamakan etika. Ia sangat yakin bahwa bila p[enguasa menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat bermoral, maka seluruh negeri akan cenderung kepadanya. Inilah jalan raja yang sebenarnya. Ia berpendapat pemerintahan dari raja yang benar-benar bermoral dicirikan dengan kemurahannya kepada rakyat. Pada kenyataannya mandat dari langit yang merupakan dasar pembenaran bagi kekuasaan penguasa, memanifestasikan dirinya hanya melaluio diterimanya penguasa oleh rakyat.
·   Xunzi
Tokoh Xunzi sering dipandang sebagai salah satu titik ekstrem dari perkembangan Konfusianisme. salah satu hasil permenungan yang menjadikan Xunzi terkenal adalah teori tentang hakikat manusia. Berkebalikan dengan Mencius, Xunzi menyatakan bahwa manusia pada hakiaktnya jahat. Dia menyatakan bahwa manusia sejak lahir memiliki nafsu untuk mencari keuntungan pribadi dan kesenangan inderawi tanpa memperhatikan orang lain.
Sejajar dengan pandangannya bahwa manusia pada hakiaktnya adalah makhluk jahat, Xunzi cenderung ke pendapat yang kedua yaitu bila dibiarkan bebas maka kehidupan sosial akan diwarnai oleh perbenturan kepentingan yang mengakibatkan terjadinya kekacauan. Menurut Xunzi penguasa adalah sebagi pengatur kehidupan bermasyarakat agar rakyatnay hidup tertib , damai, tentram, dan bahagia. Pentingnya kekuatan moral penguasa dalam suatu negara bertujuan agar kekuasaan adalah untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat. Apabila seoarang penguasa telah menyimpang dari k\hakikat kekuasaan, rakyat tidak lagi berkewajiban memenuhi perintahannya. Penguasa yang menyimpang dipandang bukan sebagai penguasa lagi, tetapi sekedar manusia yang dipenuhi ambisi pribadi. Oleh karena itu Mencius, Xunzi menganjurkan rakyat agar mengadakan revolusi untuk mengakhiri kekuasaan raja yang lalim.
C.    Legalisme
Aliran hukum atau legalisme dalam historiografi Cina dikenal sebagai Fajia. Orientasi aliran ini lebih bersifat kekinian. Hal itu berbeda dengan aliran filsafat Cina pada umumnya yang menempatkan tipe ideal pemerintahan selalu pada masa lampau. Kemungkinan besar penyebabnya adalah latar belakang kehidupan para tokohnya.
Tokoh-tokoh legalisme merupakan teknokrat atau praktisi pada masa Dinasti Zhou sudah mengalami kebangkrutan. Orientasi kekinian menjadikan pengikut aliran legalisme tidak memiliki contoh pemerintahan di masa lalu. Untuk dikedepankan sebagi tipe ideal. Mereka berpendapat setiap zaman mempunyai jiwa dan semangat sendiri-sendiri yang tidak dapat dipersamakan. Oleh karena itu, sistem pemerintahan yang diterapkanpun harus berubah-ubah untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan sebagai akibat terjadinya perubahan zaman.
Pemikir alirqan ini adalah Han feizi dan seorang negarawan ch’in terkemuka Li Ssu yang keduanya merupakan pengikut Hsun-tzu. Gagasan legalitas diuaraikan dalam Han fei tzu.
Legalis yakni bahwa hukum dan hukuman yang keja, meskipun dibenci rakyat, akan membawa tatanan dan keamanan yang mereka rndukan. Menurut legalis, waktu yang berbeda membutuhkan cara yang berbeda. Bila rakyat bodoh dan egois dan birokrat sepenuhnya tidak dapat di percaya maka penguasa tidak dapat bergantung pada kebajikan moral mereka, tetapi semuanya harus dikontrol dengan ganjaran dan hukuman yang didefinisikan secara jelas. Segala aspek kehidupan harus diatur agar menghasilkan kemakmuran yang maksimum dan kemiliteran bagi negara.

D.    Buddhisme
Agama Buddha sudah menjadi bagian dari filosofi Cina selama hampir 2000 tahun. Agama Budha masuk ke Cina semasa Dinasti Han. Meskipun Buddha bukanlah merupakan agama asli, melainkan pengaruh dari India, tetapi ajaran Buddha mempunyai pengaruh yang cukup berarti pada kehidupan orang Cina.
Tema pokok ajaram agama Buddha adalah bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (samsara). Kejahatan adalah pangkal penderitaan. Manusia yang lemah, tidak berpengetahuan (akan Buddhisme) akan sangat mudah terkena kejahatan dan sulit untuk membebaskan diri dari penderitaan. Buddhisme masuk ke Cina kira-kira abad 3 Masehi, pada masa pemerintahan dinasti Han.
Selain dewata-dewata Buddhis, di dalam sistem kepercayaan rakyat Cina mengenal tiga penggolongan utama dewata, yaitu:
·         Dewata penguasa alam semesta yang mempunyai wilayah kekuasaan di langit. Para dewata golongan ini dipimpin oleh dewata tertinggi yaitu Yu Huang Da Di, Yuan Shi Tian Sun, dan termasuk di dalamnya antara lain dewa-dewa bintang, dewa kilat, dan dewa angin.
·         Dewata penguasa bumi yang memiliki kekuasaan di bumi, walau sebetulnya mereka termasuk malaikat langit.
·         Dewata penguasa manusia, yaitu para dewata yang mengurus soal-soal yang bersangkutan dengan kehidupan manusia seperti kelahiran, perjodohan, kematian, usia, rezeki, kekayaan, kepangkatan dan lain sebagainya.















BAB III
KESIMPULAN

Pandangan berpikir orang Cina selalu mengembalikan hakekat keharmonisan antara kehidupan “ langit” (alam gaib) dan kehidupan di bumi (alam dunia nyata). Mereka percaya bahwa alam semesta ini sebagai akibat dari inkarnasi kekuatan alam. Menurut dasar pikiran orang Cina, seluruh fenomena alam itu dapat dibagi dua klasifikasi yaitu yang dan yin. “Yang” merupakan prinsip dasar untuk laki-laki, matahari, arah selatan, panasnya cahaya (siang), dan segala yang termasuk keaktifan, sedangkan “yin” adalah suatu prinsip seperti: wanita, bulan, arah utara, dingin, gelap (malam), dan segala yang bersifat pasif.
Semua aliran pemikiran atau filsafat Cina membahas tentang cara mengembangkan kehidupan masyarakat yang tertib dan damai. Konfusianisme berpandangan bahwa masyarakat akn hidup damai apabila setiap pribadi mengembangkan potensi kebaikannya melalui pendidikan dalam arti seluas-luasnya. Daoisme berpandangan bahwa kedamaina justru akan hadir apabila manusia mengurangi pemikiran dan tingkah lakunya atau wu wei. Legalisme berpandangan bahwa  kedamaian dan ketertiban tidak dapat digantungkan pada moral, tetapi harus pada hukum positif yang mengandung sansi berat. Mohisme berpandangan bahwa pengembangan hidup dengan melandaskan kebermanfaatan semesta menjadi kunci bagi terbangunnya ketertiban dan kedamaian hidup masyarakat.










DAFTAR PUSTAKA

H. Purwanta, Sejarah Cina Klasik, Yogyakarta: Universitas Sanata Darma, 2009.
Agungs, Leo., Sejarah Asia Timur, Surakarta: UNS Press, 2008.
Taniputera, Ivan., History Of  China, Yogyakarta: Ar Russ Media, 2007.
J. Kerner, Robert., China, California: University of California Presss Berkeley and Los
        Angrles, 1951.
Tjoen Lay, Sie., Sedjarah Tiongkok, djilid I, Bandung: Balai Pendidikan Guru.
Darini, Ririn., Sejarah Asia Timur Lama, Yoyakarta, 2000.
http://uun-halimah.blogspot.com/2008/04/sistem-kepercayaan-orang-cina.html di unduh     tanggal 10 September 2012 pukul 15.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar