Selasa, 07 Januari 2014

METODOLOGI SEJARAH



RINGKASAN BUKU METODOLOGI SEJARAH
Karya : Kuntowijoyo

1.      Penulisan Sejarah di Indonesia
Historiografi  Indonesia modern baru dimulai sekitar tahun 1957, waktu diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia Pertama di Yogyakarta. Banyak perubahan yang telah terjadi pada tahun-tahun setelah 1970, tidak saja dalam arti pemikiran tentang bagaimana sejarah seharusnya ditulis, tetapi juga kegiatan dalam arti yang konkret, seperti diwujudkan dalam perkembangan kelembagaan, ideologi, dan substansi sejarah. Sejarawan akademislah satu-satunya kelompok yang dengan sadar menyebut diri sebagai sejarawan. Merekalah yang diundang dalam seminar-seminar sejarah dan kegiatan lain yang mengandung tujuan sejarah. Mengenai pendidikan sejarawan ada kemajuan dalam dua dasawarsa terakhir. Sejak adanya Seminar Sejarah nasional kedua, beberapa makalah sudah menunjukkan minat yang besar pada pendekatan ilmu sosial dan analitik untuk menjelaskan kejadian-kejadian sejarah. Dan dari hasil kerja Seminar-seminar setelah itu menarik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk memprakarsai sebuah seminar lain, yang secara sadar ingin menggunakan sejarah untuk kepentingan pengambilan keputusan yang akan mempertemukan sejarawan dengan ilmuwan sosial untuk membicarakan soal relevansi sejarah dan pembangunan. Usaha tersebut dapat diartikan sebagai jalan agar sejarah harus menjadi bagian dari pengetahuan kolektif yang menjelaskan kesinambungan dan perubahan di Indonesia untuk kepentingan pembangunan.
2.      Sejarah Lisan
Penulisan sejarah nasional Indonesia telah menempuh berbagai jalan, salah satunya adalah usaha untuk menyelenggarakan sejarah lisan. Sejarah lisan tidak didapatkan tetapi dicari dengan kesengajaan melalui teknik wawancara.
Sejarah lisan mempunyai banyak kegunaan. Sejarah lisan sebagai metode dapat digunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Sebagai metode pelengkap terhadap bahan dokumenter sejarah lisan sudah lama dipergunakan. Selain sebagai metode, sejarah lisan dapat dipergunakan sebagai sumber sejarah. Kegiatan penyediaan sumber berbeda dengan sejarah lisan sebagai metode dalam hal bahwa yang pertama kegiatan dilakukan secara terpisah dari penulisan, sedangkan dalam hal yang kedua pemakai sejarah lisan ialah pewawancara sendiri. Kegiatan sejarah lisan sebagai penyediaan sumber dimulai oleh Arsip Nasional RI sejak 1973. Sejarah lisan juga mempunyai sumbangan terbesar dalam mengembangkan substansi penulisan sejarah. Sumbangan sejarah lisan dalam penulisan sejarah yang lebih egalitarian tampak dalam kemampuannya untuk menjangkau pelaku-pelaku dengan peranan kecil. Selain itu, sejarah lisan juga mempunyai sumbangan dalam penulisan sejarah keluarga dalam arti sejarah kelembagaan dan juga dapat berarti sejarah trah.
Prospek sejarah lisan yang sudah kita miliki adalah Arsip Nasional yang memang selama ini mengurus sejarah lisan sebagai salah satu kegiatannya. Kiranya pemerintah daerah juga dapat menunjang usaha Arsip Nasional melalui arsip daerah
3.      Sejarah Sosial
Sejarah sosial mempunyai garapan yang sangat luas dan beraneka ragam. Tema yang dapat digarap oleh sejarah sosial ialah sejarah sebuah kelas sosial, tentang peristiwa-peristiwa sejarah, institusi sosial, dan lain-lain. Untuk melukiskan sebuah sistem sosial dari suatu kurun sejarah ada 2 model, yaitu model yang bersifat sinkronis dan diakronis. Dalam sebuah model yang bersifat sinkronis, masyarakat digambarkan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari struktur dan bagiannya. Model diakronis menawarkan bukan saja sebuah struktur dan fungsinya, melainkan suatu gerak dalam waktu dari kejadian-kejadian yang konkret harus menjadi tujuan utama dari penulisan sejarah. Beberapa contoh model yang telah dipakai sejarawan dalam merekonstruksikan masa lalu yaitu:
a.       Model evolusi, menunjukkan jenis penulisan yang melukiskan perkembangan sebuah masyarakat itu berdiri sampai menjadi sebuah masyarakat yang kompleks.
b.      Model lingkaran sentral, tidak menulis mengenai kota atau masyarakat dari awal, tetapi dari titik yang sudah menjadi.
c.       Model interval, merupakan kumpulan dari lukisan sinkronis yang diurutkan dalam kronologis sehingga tampak perkembangannya, sekalipun tidak tampak benar hubungan sebab akibat.
d.      Model tingkat perkembangan, adalah penerapan dari teori perkembangan masyarakat yang diangkat dari sosiologi.
e.       Model jangka panjang-menengah-pendek. Braudel membagi sejarah dalam tiga macam keberlangsungan. Pertama, ialah sejarah jangka panjang yang perubahannya sangat panjang. Kedua, ialah perkembangan yang lamban, tetapi dapat dirasakan ritmenya. Ketiga, ialah sejarah jangka pendek, yaitu sejarah dari kejadian-kejadian.
f.       Model sistematis, sangat sesuai untuk menelusuri sejarah sosial dalam srti perubahan sosial

4.      Sejarah Kota
Dengan tumbuhnya kota tidak berarti hilangnya rural-urban continuum atau folk-urban continuum, dan sekaligus terjadi rural-urban contitrast secara menyeluruh. pemisahan sejarah ekologis antara desa dengan kota tidak terjadi dalam pola pemukiman kota praindustrial. Tata kota tidak lahir karena maksimisasi teknologi atau ekonomi, tetapi karena suatu pola sosio-kultural. Beberapa bidang garapan sejarah kota, yaitu: bidang ekologi kota, transformasi sosial ekonomis, sistem sosial, problema sosial, mobilitas sosial, dan lain-lain


5.      Sejarah Desa.
Pengertian sejarah pedesaan dibedakan menjadi 2. Pertama, sejarah pedesaan ialah sejarah dalam arti yang seluas-luasnya. Disini dimensi waktu menjadi sangat penting, sebab perubahan ialah sebuah proses dalam waktu. Kedua, sejarah pedesaan ialah sejarah yang sangat khusus meneliti tentang desa atau pedesaan, masyarakat petani, dan ekonomi pertanian.
Desa atau pedesaan sebagai bidang penelitian tentu dapat dimasukkan dalam satuan tertentu. Dalam sejarah pedesaan, desa dapat dimasukkan dalam satuan-satuan:
a.       Satuan ekosistem, ialah hasil perpaduan antara aktifitas manusia, keadaan biologis dan proses fisik
b.      Satuan geografis, terdapat berbagai macam hubungan antar pedesaan.
c.       Satuan ekonomis dapat atau tidak menjadi bagian dari satuan geografis, dan sebaliknya.
d.      Satuan budaya, dalam hubungan dengan persoalan adat, satuan penelitian pedesaan dapat berupa daerah hukum adat atau suatu cultural area.
Permasalahan pedesaan sebenarnya sama saja dengan menguraikan sejarah pada umumnya. Permasalahan dalam sejarah pedesaan dapat digolongkan ke dalam berbagai kelompok:
a.       Bangunan fisik, sejarah bangunan fisik pedesaan belum banyak mendapat perhatian dari sejarawan, sekalipun dalam sumber-sumber tradisional dan Belanda banyak keterangan mengenai pedesaan.
b.      Satuan sosial, satuan sosial di lingkungan desa dan masyarakat petani sangat kaya dengan permaasalahan sejarah.
c.       Lembaga sosial, termasuk disini lembaga pemerintahan, keagamaan, politik, ekonomi, sosial, dll.
d.      Hubungan sosial, yaitu masalah stratifikasi, integrasi, konflik, mobilitas sosial, migrasi, dan hubungan desa-kota.
e.       Gejala psiko-kultural, pengaruh kota ke desa mulai kuat. Nilai, norma, dan simbol yang melekat pada masyarakat desa mulai kehilangan makna.

6.      Sejarah Ekonomi Pedesaan
Ekonomi pedesaan sebagai sebuah kategori dalam sejarah ekonomi,ialah:
a.       Dalam bidang produksi, masyarakat terlibat dalam produksi agraris
b.      Penduduknya harus lebih dari separuhnya terlibat dalam pertanian
c.       Ada kekuasaan negara dan lapisan penguasanya
d.      Ada pemisahan antara desa dengan kota, jadi ada kota-kota dengan ltar belakang desa-desa
e.       Satuan produksinya ialah keluarga rumah tangga petani
Faktor-faktor ekonomi pedesaan meliputi tanah, kerja, kapital, upah, harga, dan sewa. Peranan dari masing-masing faktor itu berbeda, terletak dalam konsep tentang apa yang menjadi modal utama sebuah sistem.
7.      Sejarah Wanita: dari Sejarah Androcentric ke Sejarah Androgynous
Sejarah wanita dilakukan dengan pendekatan sejarah sosial. Pertama, pendekatan sejarah keluarga yang akan memperkaya pengetahuan kita tentang masyarakat di masa lampau. Kedua, pendekatan sejarah kebudayaan. Ketiga, pendekatan politik. Ketiga pendekatan itu menunjukkan keragaman dalam sejarah wanita. Ada pula tema-tema dalam sejarah wanita, yaitu:
a.       Peranan wanita dalam berbagai sektor sosial-ekonomi
b.      Biografi atau prosopografi wanita yang mempunyai konotasi kemandirian
c.       Gerakan wanita
d.      Gambaran wanita
e.       Sejarah keluarga, dimana kedudukan wanita dalam keluarga biasanya tampak dalam sejarah keluarga
f.       Budaya wanita
g.      Hubungan laki-laki dan wanita
h.      Kelompok-kelompok wanita
i.        Entisitas, muncul mengingat setidaknya masalah adat merupakan kendala yang perlu diperhitungkan jika kita ingin berbicara tentang sejarah wanita
j.        Ekonomi
k.      Penerbitan sumber, dll.

8.      Sejarah Kebudayaan
Banyak cara telah dilakukan oleh sejarawan kebudayaan dalam mendekati objeknya. Buku Karl J. Weintraub, Visions of Culture memuat tradisi historiografi kebudayaan dari sejarawan Eropa, seperti pendekatan-pendekatan Voltaire, Guizot, Burckhardt, Lamprecht, dan Huizinga. Voltaire (1694-1778) mencoba untuk mengungkapkan esprit humain. Guizot (1787-1874) berusaha mencari apa yang disebut sebagai “Akal dan Kehendak Tertinggi”. Burckhandt (1818-1897) berusaha mencari struktur dan tata dalam sejarah kebudayaan. Lamprecht (1856-1915) melanjutkan pandangan sejarawan zaman Pencerahan yang melihat sejarah sebagai kisah kemajuan dan sejarah sebagai ilmu “genetik” juga mewarisi tradisi Romantik tentang Volk dan Volkqeist, bangsa dan jiwa bangsa. Huizinga (1872-1945) juga menyebut-nyebut kebudayaan sebuah struktur, sebuah bentuk.
9.      Seminar Sejarah Lokal, 1984
Penulisan sejarah Indonesia telah diperkaya dengan adanya Seminar Sejarah Lokal, 17-20 September 1984 di Medan. Dalam Seminar itu telah dikemukakan lima tema pokok, yaitu: (1) Dinamika masyarakat pedesaan, (2) Pendidikan sebagai faktor dinamisasi dan integrasi sosial, (3) Interaksi antar suku bangsa dalam masyarakat majemuk, (4) Revolusi nasional di tingkat lokal, (5) Biografi tokoh lokal. Kita melihat bahwa sejarah lokal dalam bentuknya yang mikro telah tampak dasar-dasar dinamikanya, sehingga peristiwa-peristiwa sejarah dapat diterangkan melalui dinamika internal yang tiap daerah mempunyai kekhasan sendiri yang otonom. Kita sudah melihat adanya pendekatan interdisipliner yang membuka kemungkinan-kemungkinan baru dalam historiografi, berupa pembukaan tema-tema baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar