Awal
abad ke 20 merupakan lahirnya pergerakan Nasional di Indonesia. Perlakuan
sewenang-wenang dari pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia telah
melahirkan perkumpulan-perkumpulan yang nantinya akan menentang pemerintah
Belanda. Dalam merealisasikan cita-cita perbaikan hidup bangsa Indonesia, usaha
itu disalurkan melalui organisasi-organisasi modern seperti Budi Utomo (BU),
Indische Partij (IP), Sarekat Islam (SI) dan lainnya.
Pada
awal 1911 di Surakarta berdiri perkumpulan bernama Sarekat Dagang Islam.[1] Organisasi
ini didirikan atas prakarsa H. Samanhudi, seorang pengusaha batik di kampung Lawean
(Solo).[2]
Untuk memperoleh pengakuan dari pemerintah, H. Samanhudi meminta bantuan kepada
Raden Mas Tirto Adhisoerjo untuk menempatkan organisasinya sebagai cabang dari Sarekat
Dagang Islam (SDI) di Bogor.[3]
Tujuan utamanya yaitu menghidupkan kembali ekonomi pedagang Islam Jawa dalam
menyikapi permainan pedagang-pedagang Cina yang dirasa sangat merugikan bagi
pedagang-pedagang pribumi. Orang-orang Cina merasa lebih unggul dibanding
orang-orang pribumi, bahkan merasa setingkat dengan orang Belanda. Tekanan lain
terhadap para saudagar batik datang dari kaum bangsawan Solo. Maka Sarekat
Dagang Islam diharapkan menjadi benteng pelindung para saudagar batik dari
tekanan pedagang Cina dan kalangan bangsawan Solo.
Sarekat
DagangIslam baru diakui keberadaannya oleh pemerintah kolonial pada akhir tahun
1911, dengan syarat organisasi ini tidak boleh mengadakan rapat-rapat umum. Setahun
kemudian H. Samanhudi meminta pertolongan kepada H.O.S. Cokroaminoto seorang
pegawai pada sebuah perusahaan dagang di Surabaya untuk menyusun anggaran dasar
Sarekat Dagang Islam. H.O.S. Cokroaminoto menyarankan agar organisasi Sarekat
Dagang Islam tidak hanya pada golongan pedagang Islam saja, tetapi lebih
diperluas lagi meliputi seluruh kegiatan dalam masyarakat dan seluruh golongan
dalam masyarakat.[4]
Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam (SI) setelah H.O.S.
Cokroaminoto masuk dalam organisasi tersebut. Pada tanggal 14 september 1912 H.O.S.
Cokroaminoto mengajukan anggaran dasar Sarekat Islam kepada pemerintah untuk
dimintakan persetujuan. Tujuan organisasi dan anggaran dasarnya ialah memajukan
jiwa dagang dikalangan bumiputra dengan cara memajukan kebutuhan spiritual dan
material, kemudian memajukan kehidupan agama Islam dikalangan rakyat bumiputra.
Perubahan
nama dan tujuan dari Sarekat DagangIslam menjadi Sarekat Islam, mengakibatkan
organisasi Sarekat Islam mengalami perkembangan pesat. Ditandai dengan
berdirinya Cabang Sarekat Islam lain yang
berdiri di berbagai daerah di Jawa maupun di luar Jawa. Hal ini
mengakibatkan kekhawatiran pemerintah kolonial bahwa pengaruh Sarekat Islam
dapat menyebabkan kewibawaan pemerintah kolonial menjadi merosot.[5]
Pada dasarnya organisasi Sarekat Islam mencurahkan perhatian di bidang ekonomi
dan melindungi rakyat pribumi. Dalam perjalanan selanjutnya setelah dipimpin
oleh H.O.S Cokroaminoto organisasi ini meluaskan kegiatannya, yaitu ke bidang
keagamaan, sosial, pendidikaan, dan bahkan bergerak dalam bidang politik dengan
tujuan untuk membebaskan bangsa pribumi dari penjajah. Setelah kongres di
Surabaya Sarekat Islam berkembang dengan pesat, permintaan H.O.S. Cokroaminoto
agar Sarekat Islam diakui sebagai badan hukum ditolak oleh Gubernur Jendral Idenburg.
Ditegah-tengah
perkembangan Sarekat Islam, pada bulan Februari 1913 seorang tokoh perburuhan Belanda,
Hendricus Josephus Fransiscus Marie Sneevliet datang ke Indonesia. Sneevliet
datang ke Indonesia dengan tujuan untuk mencari pekerjaan ia mendapat pekerjaan
sebagai staf editor Soerabajaasch
Handelsblad, suatu surat kabar yang menjadi corong industri gula di
Surabaya. Setahun kemudian Sneevliet pindah ke semarang untuk bekerja disana.
Pada tanggal 9 Mei 1914 Sneevliet mendirikan ISDV (Indische Social Democratische Vereeniging) di Semarang. SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme revolusioner. Pada tahun 1915 di Surabaya Semaun
bertemu dengan Sneevliet seseorang yang sangat berperan dalam memperkenalkan
paham komunisme kepada kalangan pergerakan nasional. Atas dasar latar belakang
itulah Semaun tertarik untuk menjadi aktivis ISDV dan VSTP.
Pada tanggal 6 Mei 1917 Sarekat Islam Semarang
mengalami perubahan pengurus baru dengan terpilihnya Semaun sebagai ketua.
Dibawah pimpinan Semaun para pendukung Sarekat Islam Semarang berasal dari
kalangan buruh dan rakyat kecil.[6] Namun, karena
orientasi yang terlalu kiri di bawah pengaruh ISDV, SI Semarang malah menjadi
lawan bagi CSI yang dipimpin HOS Tjokroaminoto. Oleh karena hal tersebut dalam
konggres SI bulan Oktober 1917, SI memutuskan untuk menghentikan segala macam
hubungan dengan ISDV. Meskipun hubungan ISDV dan SI telah dihentikan tahun 1917
namun kaderisasi yang dilakukan Sneevliet di tubuh SI terbukti berhasil dan
masih tertanam. Terbukti dengan masih adanya jiwa sosialis didalam tubuh SI
pasca tahun 1917.
Pada konggres SI
tanggal 6-10 Oktober 1921 pertentangan makin memuncak. Desakan dari golongan
kanan agar ditetapkannya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Sebagai akibat dilaksakannya disiplin
partai maka Semaun dikeluarkan dari SI karena berlaku kententuan bahwa tidak
boleh merangkap dengan anggota partai lain.[7] Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan
agar SI bersih dari unsur-unsur komunis.
Hal itu menyebabkan perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam. Sarekat Islam Putih
adalah istilah yang digunkan untuk menyebut Sarekat Islam yang berasaskan
kebangsaan dan keagamaan yang dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto, Abdul Muis, dan
Agus Salim berpusat di Yogyakarta. Sedangkan Sarekat Islam Merah adalah istilah
untuk Sarekat Islam yang berasaskan sosialis revolusioner (komunis), yaitu Semaun
dan Darsono yang berpusat di Semarang.[8]
Kelompok SI Merah inilah yang kemudian menjadi penyokong utama munculnya Partai
Komunis Indonesia di Hindia pada tahun 1920. Pada bulan April 1924 SI Merah berganti nama
menjadi Sarekat Rakyat.
[1] Sarekat
Dagang Islam merupakan kelanjutan dari perkumpulan Rekso Rumekso yang didirikan
oleh H. Samanhudi. Rekso Rumekso adalah perkumpula ronda para perajin batik
lawean untuk menjaga kain batik yang sedang dijemur dari pecurian yang
dilakukan para ketjoe (pencuri)
[2]
DR. Suhartono, Sejarah Pergerakan
Nasinal: Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009, hlm.33.
[3] A.P.E.
Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil. Jakarta: Grafitipers, 1985, hlm.13.
[4]
Ibid., hlm.63.
[6]
Soe Hok Gie, Dibawah Lentera Merah:
Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920, Yogyakarta : Bentang, 2005, hlm.
6.
[7] Zainul
Munasichin, Berebut Kiri, Pergulatan Marxisme Awal Di Indonesia
1912-1926, Yogyakarta: LKIS, 2005, hlm. 8
[8]
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan
Kebangsaan Indonesia. Semarang: Ikip
Semarang Press, 1995, hlm. 67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar