Gagasan pertama pembentukan Budi Utomo berasal dari dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Ia menginginkan adanya tenaga-tenaga muda yang terdidik secara Barat, namun pada umumnya pemuda-pemuda tersebut tidak sanggup membiayai diri sendiri. Pada tahun 1908, dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo pelajar Stovia. Dr. Wahidin mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia dan para pelajar tersebut menyambutnya dengan baik. Secara kebetulan para pelajar Stovia juga memerlukan adanya suatu wadah yang dapat menampung kegiatan dan kehidupan budaya mereka pada umumnya.
Pada tanggal 20 Mei 1908 diadakan rapat di satu kelas di Stovia dan berhasil membentuk sebuah organisasi bernama Budi Utomo, dengan Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya. Nama Jawa ini (yang seharusnya dieja budi utama) diterjemahan ke dalam bahasa Belanda oleh organisasi tersebut sebagai het schoone striven (ikhtiar yang indah), tetapi menurut konotasi-konotasi bahasa Jawa yang beraneka ragam nama itu juga mengandung arti cendekiawan, watak, atau kebudayaan yang mulia. Pertemuan yang pertama dari jenisnya di gedung Kweekschool (sekolah guru) dihadiri oleh peserta dari Jakarta, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya dan Probolinggo, kesemuanya siswa dari berbagai perguruan untuk mewakili cabang organisasi tersebut. Hadir pula para bupati dari Magelang dan Grobogan, dan beberapa tokoh terkemuka dari Yogyakarta dan Surakarta.
Cabang-cabangnya didirikan pada lembaga-lembaga tersebut dan pada bulan Juli 1908 Budi Utomo sudah mempunyai anggota 650 orang. Mereka yang bukan mahasiswa juga menggabungkan diri, sehingga pengaruh mahasiswa mulai berkurang dan organisasi tersebut tumbuh menjadi partai priyayi rendah Jawa pada umumnya. Selaku ketua cabang Jakarta, Gunawan Mangkukusumo menegaskan bahwa pada setiap masyarakat ada hasrat untuk mengembangkan diri. Meskipun Gupermen Hindia Belanda pada tahun-tahun terakhir banyak memperluas pengajaran, namun dianggapnya belum memadai kebutuhan, lebih-lebih dalam bidang kejuruan. Sebagai contoh disebut, untuk penduduk 30 juta hanya ada tamatan dokter hewan 12 orang setahunnya. Dalam masalah kemajuan pengajaran, kelompok Budi Utomo hendak menunjukkan kepada pemerintah bahwa usaha mereka sungguh-sungguh. Maka Budi Utomo bertujuan untuk secara kolektif dan kooperatif mengusahakan kemajuan ini.
Budi Utomo pada dasarnya tetap merupakan suatu organisasi priyayi Jawa. Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi penduduk Jawa dan Madura. Dengan demikian, mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau itu dan mencakup masyarakat Sunda dan Madura yang kebudayaannya mempunyai kaitan erat dengan Jawa. Bukan bahasa Jawa melainkan bahasa Melayu yang dipilih sebagai bahasa resmi Budi Utomo. Namun demikian, kalangan priyayi Jawa dan (sampai tingkat yang jauh lebih kecil) Sunda adalah yang menjadi inti dukungan Budi Utomo.
b. Perkembangan organisasi Budi Utomo
Rasa keunggulan budaya orang Jawa cukup sering muncul ke permukaan, bahkan di Bandung ada cabang-cabang tersendiri untuk anggota-anggota orang-orang Jawa dan Sunda. Budi Utomo tidak pernah memperoleh landasan rakyat yang nyata diantara kelas-kelas bawah dan mencapai jumlah keanggotaan tertinggi, yaitu hanya 10 ribu orang, pada akhir tahun 1909. Organisasi ini pada dasarnya juga merupakan suatu lembaga yang mengutamakan kebudayaan dan pendidikan.
Corak baru yang diperkenalkan Budi Utomo adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas, dan anggota. Yang sangat menarik pada Budi Utomo karena organisasi ini diikuti oleh organisasi lainnya dan dari sinilah terjadinya perubahan-perubahan sosio-politik.
Pancaran etnonasionalisme semakin membesar dan hal ini dibuktikan dalam kongres Budi Utomo pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Pada saat itu Wahidin sudah hanya menjadi tokoh bapak saja dan bermunculan suara-suara baru untuk mengatur organisasi tersebut. Suatu kelompok minoritas dipimpin oleh Tjipto Mangunkusumo (1885-1943) yang juga seorang dokter dan yang sifatnya radikal. Dia ingin agar Budi Utomo menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya daripada hanya golongan priyayi, dan kegiatan-kegiatannya lebih tersebar di seluruh Indonesia daripada terbatas di Jawa dan Madura saja.
Dalam waktu singkat terjadi perubahan orientasi pada Budi Utomo. Semula orientasinya terbatas pada kalangan priyayi maka menurut edaran yang dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 23 Juli 1908, Budi Utomo cabang Jakarta mulai menekankan cara baru bagaimana memperbaiki kehidupan rakyat. Di dalam kongres itu terdapat dua prinsip perjuangan, yang pertama diwakili golongan muda cenderung menempuh jalan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan yang kedua, diwakili oleh golongan tua yang ingin tetap pada cara lama yaitu perjuangan sosio-kultural. Bagi golongan muda perjuangannya itu sangat tepat guna memberikan imbangan politik pemerintah. Orientasi politik semakin menonjol dan kalangan muda mencari organisasi yang sesuai dengan mendirikan Sarikat Islam (SI) dan Indische Party (IP) sebagai wadahnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun ada kelompok muda yang radikal, tetapi kelompok tua masih meneruskan cita-cita Budi Utomo yang mulai disesuaikan dengan perkembangan politik. Pada tahun 1914 ketika pecah Perang Dunia I Budi Utomo turut memikirkan cara mempertahankan Indonesia dari serangan luar dengan mengadakan milisi yang diberi wadah dalam Komite Pertahanan Hindia (Comite Indie Weebaar). Pada waktu dibentuk Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1918 wakil-wakil Budi Utomo duduk di dalamnya yang jumlahnya cukup banyak dan hal ini karena pemerintah tidak menaruh kecurigaan pada Budi Utomo dan juga karena sifatnya sangat moderat.
c. Peran Budi Utomo dalam kemerdekaan Indonesia
Pada dekade ketiga abad 20 kondisi-kondisi sosio-politik semakin matang dan Budi Utomo mulai mencari orientasi politik yang mantap dan mencari massa yang lebih luas. Kebijaksanaan politik yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, khususnya tekanan terhadap pergerakan nasional maka Budi Utomo mulai kehilangan wibawa, terjadilah perpisahan kelompok moderat dan radikal dalam Budi Utomo. Pengaruh Budi Utomo semakin berkurang dan pada tahun 1935 organisasi itu bergabung dengan organisasi lain menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak saat itu Budi Utomo terus mundur dari arena politik dan kembali ke keadaan sebelumnya.
Namun demikian, dengan segala kekurangannya, Budi Utomo telah mewakili aspirasi pertama dari rakyat Jawa ke arah kebangkitan dan juga aspirasi rakyat Indonesia. Hampir semua pimpinan terkemuka dari gerakan-gerakan nasionalis Indonesia pada permulaan abad 20 paling kurang telah mempunyai kontak dengan organisasi ini.
Mengingat pemuka-pemuka dan pendukung-pendukungnya kebanyakan orang-orang yang erat dengan masyarakat Belanda, bahkan banyak diantaranya pegawai pemerintah, tidak mustahil kalau Budi Utomo bersikap loyal-kooperasi terhadap pemerintah.
Dalam perjalanannya, Budi Utomo dengan fleksibilitasnya itu mulai menggeser orientasinya dari kultur ke politik. Edukasi Barat dianggap penting dan dipakai sebagai jalan untuk menempuh jenjang sosial yang lebih tinggi. Golongan priyayi cilik mendapat kesempatan untuk ikut serta memobilisasikan diri melalui kesempatan gerakan yang lebih merakyat. Usaha ini bersamaan dengan munculnya golongan menengah Indonesia dalam rangka memperoleh perbaikan sosial ekonomi maka tindakan-tindakannya harus disesuaikan dengan jalur politik. Meskipun demikian Budi Utomo juga tidak cepat-cepat mengubah ke haluan politik semata dan ini memang dikuatkan oleh Dwijosewoyo bahwa “tenang dan lunak adalah sifat Budi Utomo”.
Budi Utomo bukan hanya dikenal sebagai salah satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi yang terpanjang usianya sampai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Budi Utomo memang mempunyai arti penting meskipun jumlah anggotanya hanya 10 ribu, sedangkan SI mencapai 360 ribu. Budi Utomo lah penyebab berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya integrasi nasional, maka wajarlah kalau pada kelahiran Budi Utomo tanggal 20 Mei disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lahirnya Budi Utomo menampilkan fase pertama dari nasionalisme Indonesia. Fase ini menunjuk pada etno nasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas bangsa Jawa (Indonesia).
Kesimpulan
Pembentukan Budi Utomo berasal dari dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang dokter Jawa dari Surakarta. Pada tahun 1908, Dr. Wahidin mengemukakan gagasannya pada pelajar-pelajar Stovia mengenai pembentukan organisasi yang dapat menjadi wadah para mahasiswa mengenai organisasi Budi Utomo. Pada tanggal 20 Mei 1908 merupakan hari terbentuknya organisasi Budi Utomo yang diketuai oleh Sutomo dan mahasiswa dari STOVIA ( scool tot opleiding van indische artsen) sebagai motor penggerak organisasi.
Pada bulan juli 1908 anggota dari organisasi Budi Utomo sebanyak 650 orang. Bukan hanya dari mahasiswa, banyak orang biasa juga ikut bergabung dalam partai Budi Utomo, sehingga pengaruh dari para mahasiswa berkurang dan organisasi ini tumbuh menjadi organisasi partai priyayi rendah Jawa. Organisasi yang memusatkan perhatiannya kepada Jawa dan Madura sehingga mencerminkan kesatuan administrasi kedua pulau tersebut.
Corak baru pada organisasi Budi Utomo yaitu kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas, dan anggota. Budi Utomo merupakan organisasi yang menarik sehingga organisasi ini diikuti oleh organisasi lainnya dan dari sinilah terjadinya perubahan-perubahan sosio-politik.
Kongres Budi Utomo pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908.
Tjipto Mangunkusumo (1885-1943) merupakan seorang dokter dan yang sifatnya radikal. Dia ingin agar Budi Utomo menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya daripada hanya golongan priyayi, dan kegiatan-kegiatannya lebih tersebar di seluruh Indonesia daripada terbatas di Jawa dan Madura saja. Menurut edaran yang dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 23 Juli 1908, Budi Utomo mulai menekankan cara baru bagaimana memperbaiki kehidupan rakyat. Di dalam kongres itu terdapat dua prinsip perjuangan, yang pertama diwakili golongan muda cenderung menempuh jalan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan yang kedua, diwakili oleh golongan tua yang ingin tetap pada cara lama yaitu perjuangan sosio-kultural.
Pengaruh Budi Utomo semakin berkurang dan pada tahun 1935 organisasi itu bergabung dengan organisasi lain menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak saat itu Budi Utomo terus mundur dari arena politik dan kembali ke keadaan sebelumnya.
Budi Utomo bukan hanya dikenal sebagai salah satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi yang terpanjang usianya sampai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lahirnya Budi Utomo menampilkan fase pertama dari nasionalisme Indonesia. Fase ini menunjuk pada etno nasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas bangsa Jawa (Indonesia).
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 2005. Sejak Indische sampai Indonesia. Jakarta: Kompas
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Moedjanto. 1988. Indonesia Abad Ke-20 I. Yogyakarta: Kanisius
Sanusi, Anwar. 1952. Sedjarah Indonesia untuk Sekolah Menengah III. Jakarta: Visser & Co
Soeroto. 1958. Indonesia Ditengah-tengah Dunia dari Abad ke Abad. Jakarta: Djambatan
Julianto. 1972. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Erlangga
Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Indonesia dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
M. C. Ricklefs. 1981. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar