Pendidikan merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup bangsa Indonesia, dengan kata lain aspek pendidikan selalu mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dari yang semula hanya diperuntukkan bagi kalangan agamawan dan bangsawan, hingga pendidikan yang merata untuk semua kalangan. Dalam perkembangannya pendidikan masih senantiasa menjadi sorotan masyarakat, seperti dalam pengembangan kurikulum, sistem pendidikan, dan metode pengajaran yang efektif dan efisien. Berbicara tentang pendidikan berarti berbicara tentang manusia dengan segala aspeknya termasuk peran serta seorang guru. Seorang guru sangat berpengaruh besar dalam membangun dan mencerdaskan peserta didiknya.
Pada masa Pemerintahan kolonial Belanda, pendidikan menjadi salah satu sorotan pemerintah. Sayangnya pendidikan yang dilaksanakan pada masa kolonial Belanda bertujuan untuk mencetak tenaga kerja yang diperuntukan bagi kepentingan pemerintah Belanda. Ada dua macam sekolah yang berdiri pada masa ini, yaitu sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintahan Belanda dan sekolah partikelir atau sekolah swasta. Setiap sekolah pasti membutuhkan guru untuk mendidik para peserta didiknya. Melihat dari seberapa pentingnya peran seorang guru, kemudian muncul pemikiran-pemikiran untuk membuka pendidikan atau sekolah yang digunakan untuk mendidik para calon guru. Pada awalnya sekolah guru dibuka pertama kali di Surakarta pada tahun 1852 dan kemudian meluas ke berbagai daerah. Pada tahun 1879 telah ada 10 lembaga serupa yang ditempatkan secara stategis untuk semua golongan suku bangsa di seluruh Nusantara.
Bulan Oktober 1896 Franciscus Georgius Yosephus Van Lith S.J dan Hoevenaars tiba di Semarang untuk menyebarkan misi Katolik di Jawa dan yang menjadi tugas pertama misinya yaitu mempelajari bahasa dan budaya setempat. Tahun 1899, pusat misi dipindahkan dari Semarang ke Mendut dan Muntilan yang merupakan kecamatan kecil di wilayah Kedu. Adapun misi yang dibawa oleh Hoevenaars yakni membaptis orang sebanyak-banyaknya, dengan sekolah sebagai sarana untuk mendapatkan para calon baptis. Hal ini sungguh berbeda dengan misi yang dibawa van Lith, ia sangat menekankan pentingnya misi Katolik melalui pendidikan karena van Lith ingin meningkatkan dan mengangkat martabat orang Jawa melalui pendidikan.
Gagasan ambius untuk melaksanakan pendidikan bagi pribumi dimulai dengan bangunan sederhana yang tersembunyi sedikit jauh dari jalan utama. Van Lith kemudian mendirikan sekolah-sekolah bagi kaum pribumi di daerah Muntilan. Sekolah yang didirikan van Lith antara lain: Normaalschool dan Kweekschool yang nantinya akan diberi nama “Kolose Xaverius Muntilan”. Orang-orang muda dari kota-kota sekitar, seperti Surakarta, Klaten, Yogyakarta, Magelang dan lainnya datang ke Muntilan dengan hasrat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas agar nantinya memperoleh pekerjaan yang baik. Sekolah ini boleh dimasuki oleh masyarakat pribumi dari daerah manapun dan dari agama apapun. Van Lith sangat menekankan bahwa penyebaran misi Katolik hendaknya harus melalui pendidikan, ia mengatakan bahwa :
karya misi manapun yang tidak dimulai dengan atau yang tidak berakar pada pendidikan akan menemui kegagalan.
Pada perkembangannya posisi sekolah guru Kweekschool asuhan van Lith diuntungkan oleh kebijakan pemerintah Belanda, khususnya di bawah Gubernur Jendral Idenburg (1909-1916) yang sangat berpihak pada misi Kristen di Hindia-Belanda. Ia meiliki pandangan positif terhadap sekolah swasta, menurutnya dalam hal pendidikan peran pemerintah tidak lain adalah melengkapi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai bagaimana peranan van Lith dalam perkembangan pendidikan di daerah Muntilan tahun 1900-1926. Van Lith memilih daerah Muntilan karena dianggap jauh dari pengaruh Belanda dan Mataram. Muntilan kemudian menjadi pusat pendidikan dan pusat misi di Jawa Tengah. Rentang tahun yang penulis cantumkan merupakan waktu dimana van Lith mulai mendirikan sekolah yang digunakan untuk mendidik calon guru di daerah muntilan sampai dengan wafatnya. Setelah wafatnya van Lith bukan berarti pendidikan yang telah ia bangun berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar