A. Asal mula kota Solo
Secara sederhana Gill menyebut kata Kota (di Jawa) berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pemukiman atau tempat yang diperkuat. Kota Surakarta adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Surakarta berasal dari kata Sala, yang dibangun bedasarkan pilihan Pangeran Wijil, Tumenggung Tirtowiguno, serta Kiai Tumenggung Honggiwongso, seorang ahli nujum keraton Kartasura. Pemilihan tempat itu merupakan inisistif dari Sunan Pakubuwana II untuk mencari tempat sebagai pengganti dari Keraton Kartasura yang sudah rusak dan kurang layak untuk ditempati lagi akibat perang Cina 1741. Mempertimbangan faktor fisik dan non fisik, akhirnya desa Solo yang terpilih. Sumber lain mengatakan, awalnya kota Solo secara tidak tersadari berkembang mengikuti pola pemukiman Belanda di daerah seberang. Tipe itu dapat dilihat pada Batavia yang berkembang dari sebuah loji kecil, menjadi kota faktori, dan kota dagang besar.
B. Peran kota Solo sebagai kota dagang dan budaya
Periode Kota Solo sebagai kota dagang dan budaya telah berlangsung cukup lama (1870-1970). Kota Solo memiliki kekuatan bisnis lokal, sejak Mataram pindah ke Kartasura, perdagangang batik kaum pribumi sangat menonjol bahkan menjadi saingan berbahaya bagi perdangangan Belanda dalam hal pertekstilan. Pada waktu itu Jawa telah mampu mengekspor produk tekstil dan industri itu berkembang pesat pada akhir abad ke-19. Sejak ditemukannya canting kegiatan membatik di vorstenlanden menjadi industri terutama dengan tenaga perempuan. Pada pertengahan abad ke 19 Batik di solo menjadi monopoli kaum bangsawan. Perubahan terjadi sekitar 1890-an ketika kerajinan batik mulai dibuat oleh banyak pihak. Akibatnya pengusaha batik tidak hanya diminati oleh orang Jawa, melainkan juga kelompok etnis Cina dan Arab.
Kota Solo di era Orde Baru mengalami perkembangan pesat sejak memasuki dekade 1980-an, banyak prasarana kota dibangun seperti jalan, air besih, dan perkantoran. Dalam periode ini yang menarik untuk dicermati adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pebankan dan pariwisata. Berkaitan dengan kebijakan itu bak jamur di musim hujan di Solo banyak bemunculan bangunan bank dan hotel, menyusul kemudian adalah bangunan Mall.
Dengan menjamurnya bangunan mall yang mengepung solo dari Palur hingga Kartasura mengindikasikan estetika kota Solo tidak berbeda dengan kota besar lain seperti Jakarta dan Surabaya. Estetika itu yang ditunjukan dengan maraknya bangunan modern bergaya barat telah mengimbas pula perlaku hedonism, karena pada dasarnya bangunan itu tidak bebas nilai. Keresahan akan pudarnya jati diri pada masyarakat Kota Solo boleh jadi menjadi indikasi bahwa Solo telah menapak menjadi hypercity.
Kota Surakarta adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Surakarta berasal dari kata Sala, yang dibangun bedasarkan pilihan Pangeran Wijil, Tumenggung Tirtowiguno, serta Kiai Tumenggung Honggiwongso, seorang ahli nujum keraton Kartasura. Pemilihan tempat itu merupakan inisistif dari Sunan Pakubuwana II untuk mencari tempat sebagai pengganti dari Keraton Kartasura yang sudah rusak dan kurang layak untuk ditempati lagi akibat perang Cina 1741.
Periode Kota Solo sebagai kota dagang dan budaya telah berlangsung cukup lama (1870-1970). Kota Solo memiliki kekuatan bisnis lokal, sejak Mataram pindah ke Kartasura, perdagangang batik kaum pribumi sangat menonjol bahkan menjadi saingan berbahaya bagi perdangangan Belanda dalam hal pertekstilan.
Modernisasi di sebuah kota berdampak pada perubahan masyarakat secara menyeluruh, hampir semua aspek kehidupan mulai dari aspek politik, ekonomi hingga budaya. Keadaan ini dapat dirasakan di sejumlah kota yana notabene kota tradisional atau kota budaya, seperti yang terjadi di Yogyakarta dan Solo. Jati diri Kota Solo dimualai dari kota pemerintahan, kemudian berkembang menjadi kota dagangdan budaya. Kota Solo di era Orde Baru mengalami perkembangan pesat sejak memasuki dekade 1980-an dengan ciri khasnya banyak pertumbuhan bank, hotel dan mall.
DAFTAR PUSTAKA
Margana, Sri dan M. Nursam, 2010, Kota-kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup dan Permasalah Sosial, Yogyakarta: Ombak.
Sugiartoto, Agus Dody, 2003, Perencanan Pembangunan Partisipatif Kota Solo, Solo: Indonesia Partnership On Local Govenance Initiatives/ IPGI.
http://pariwisatasolo.surakarta.go.id/index.php/tentang-solo diakses tanggal 03 Maret 2014 pukul 12.58 WIB.
http://archiguna.blogspot.com/2010/05/pengaruh-budaya-dalam-pembentukan-ruang.html diakses tanggal 03 Maret 2014 pukul 13.05 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar